Kaget sebentar, lalu teringat pesan dari Marni. Tapi... saya lihat sekeliling, Marni nggak ada, begitupun pesan darinya, entah disimpan dimana. Keramaian yang tadi saya lihat menghilang, yang ada tinggal suasana yang kembali sepi.
Saya parkir sebentar di tempat yang lebih luas dan aman, lalu saya keluar dari mobil. Saya kembali perhatikan sekitar, yang ada hanya satu unit mobil lain yang sopirnya beberapa menit yang lalu,teriak-teriak.
"Mas bawa mobil sambil tidur ya. Pelan banget, saya klakson sedari tadi, nggak dengar ya."Â Sopir tadi menghampiri saya, namun kali ini nggak teriak-teriak sih.
"Masa sih pak, perasaan normal-normal saja. Malah saya sambil ngobrol dengan seorang perempuan yang tadi ikut numpang di mobil saya, namanya Marni." Jawab saya, yang tidak singkat-singkat amat.
"Marni ya namanya!" Ujarnya yang nampak seperti tengah mengingat seseorang.
"Iya pak, bahkan dia bilang titip pesan buat Kang Teguh, begitu katanya." Lanjutan pemaparan dari saya.
"Kang Teguh ya namanya."Â Lagi dan lagi, sepertinya bapak sopir ini tengah mencoba mengingat-ngingat akan dua nama tersebut.
"Waduh! Jangan-jangan Marni dan Kang Teguh itu. Mereka seminggu lagi mau melangsungkan syukuran pernikahan, namun sayang... Marni dipanggil yang maha kuasa, tiga hari yang lalu." Penjelasan dari bapak sopir.
"Kebetulan saya tinggal tidak jauh dari tempat mereka. Hanya beda RT/RW saja. Kalau memang itu benar Marni dan Kang Teguh yang dimaksud." Lanjutan penjelasan bapak sopir.
"Ya sudah Mas, hati-hati saja ya pulangnya. Maafkan saya, tadi teriak-teriak."
"Oh, nggak apa-apa. Terima kasih ya pak."Â Kalimat itu yang terucap dari mulut saya dengan otak yang tengah berpikir tentang semua ini.