Kami hanya bisa menangis sembari mengucap kalimat istigfar (seharusnya disertai juga kalimat istirja' "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun"). Senja itu menjadi senja yang mengagetkan, dan meskipun disela kegaduhan yang terjadi kami sadar bahwa Alfa adalah titipan Allah dan hanya milik Allah, tetapi kami dirundung rasa tidak karuan dan sedih yang mendalam.Â
Dari kejadian itu, ibu kami langsung juga meminta kakak kami untuk menyalurkan sedekah atas nama Alfa. Selain membersihkan harta kami, juga memohon kepada yang diberi untuk ikut mendoakan Alfa.Â
Malamnya kami juga segera melakukan planning sedekah ke beberapa tempat dan juga kami memperbanyak sholat sunnah kami (sholat tobat, sholat tahajud dan sholat hajat). Oiya kami juga membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an di sebelah Alfa dengan menahan diri agar tidak menangis dan konsentrasi terhadap bacaan kami.
Hari demi hari terlewati dengan jadwal yang cukup padat, dari mulai sholat subuh kemudian pumping asi, menemui Alfa sambil baca doa-doa, istirahat, sholat dhuha, istirahat, kemudian sholat dhuhur, pumping asi, menemui Alfa sambil membaca doa-doa, istirahat, sholat ashar, menemui Alfa sambil membaca doa-doa, istirahat, sholat maghrib, istirahat, sholat isya, pumping asi, menemui Alfa membaca doa-doa dan membaca Al Qur'an, sampai tengah malam, istirahat, sholat tahajud, sholat hajat, istirahat, sholat subuh.Â
Berulang hingga hari ke 8 Alfa di PICU, oiya kami juga menjalankan sholat rawatib. Aku jadi inget perasaan seperti ini saat umrah, benar-benar setiap hari kejar-kejaran dengan waktu untuk beribadah dan hanya Allah yang ada dibenak kami.
Hari ke 7 Alfa di PICU, kamis 26 Juli 2018 menjadi hari yang lebih mengejutkan karena Alfa tidak ada perkembangan kearah yang baik, kesadarannya masih terlalu dalam dan yang lebih bikin heart breaking adalah diagnosa dokter anak bahwa Alfa kemungkinan MBO (Mati Batang Otak).Â
Di mana Alfa sudah tidak merespon rangsangan apapun, jadi kemungkinan organ yang masih bekerja adalah yang termasuk organ otonom yang secara otomatis bekerja tanpa perintah otak. Secara halus dokter anak menjelaskan bahwa tingkat mortalitas tinggi dan jika survive kemungkinan besar terjadi kecacatan, ditunjukkan ke kami bahwa jika support alat diturunkan maka organnya sudah tidak mampu.Â
Kami diberi pilihan menghentikan support yang ada (bener-bener shock karena kami sebagai orang tua yang harus memilih hidup dan mati Alfa) atau didatangkan 2 dokter spesialis yaitu dokter spesialis anastesi dan saraf untuk memastikan bahwa memang MBO. Jujur kami blank dan hanya bisa istigfar sembari bercucuran air mata. Kemudian kami meminta waktu untuk berdiskusi dengan keluarga untuk menentukan pilihan.Â
Kemudian pilihan kami adalah untuk mendatangkan 2 dokter spesialis, awalnya dari pihak manajemen rumah sakit sempat menanyakan ke kami apakah mau malam itu didatangkan kedua dokter spesialis, namun kami meminta besok karena kami ingin berusaha untuk berdoa, membaca Al Qur'an dan melakukan sholat dulu. Kami bertekad malam itu akan menggempur langit dengan usaha keras kami, agar diturunkan keajaiban untuk Alfa.
Tanggal 27 Juli 2018, setelah semalaman hingga subuh kami berusaha dan sempat istirahat. Kemudian sekitar jam 7 pagi dokter anak visit dan menyatakan tidak ada perubahan pada diri Alfa dan jadwal kedua dokter spesialis yang lain juga belum jelas kemungkinan sore. Namun pada jam 8, terlihat seorang ibu masuk ke ruang PICU dan ternyata dokter spesialis anastesi yang dengan sigap langsung mengecek keadaan Alfa.Â
Bahkan saking seriusnya aku pun tidak disadari keberadaannya. Melihat Alfa dites oleh dokter spesialis anastesi, membuatku kasihan melihat Alfa. Kemudian setelah dokter spesialis anastesi tersebut sadar, maka aku dan istriku diberi edukasi mengenai keadaan Alfa dan secara langsung menanyakan mengenai keikhlasan kami untuk membiarkan Alfa pergi.Â