"Ya sudah tidak perlu dijahit." Sang Dokter pun menangguhkan penjahitan. Beliau hanya memasukkan obat antiseptik dan kasa kecil di dalamnya untuk menghentikan perdarahan.
"Kirim ke bangsal dan evaluasi perdarahannya. Besok laporkan semuanya."
"Baik, Dok." Itu suara residen kandungan kami.
Lalu, Sang Dokter menuliskan beberapa resep untuk mengurangi rasa sakit pada Melati. Kasus Melati pun usai karena keesokan paginya saya dengar keluarganya sudah membawanya pulang lantaran tidak ada lagi perdarahan. Padahal pemeriksaan yang kami lakukan belum usai sepenuhnya. Keluarga hanya tidak ingin memperpanjang masalah dan ingin Melati cepat pulang. Kami tidak dapat memaksa. Bagaimanapun terkadang ilmu pengetahuan masih kalah dengan adat istiadat atau apalah paham yang dipercaya oleh sebagian masyarakat.
Saya masih menghela napas berat. Berharap tidak akan ada kejadian serupa yang menimpa Melati-Melati lain di luar sana. Juga mendoakan semoga Melati baik-baik saja dan dapat mengobati traumanya dengan alamiah. Dia masih beruntung mendapatkan pertolongan pertama saat darah masih mengalir deras, bagaimana dengan yang lain yang mungkin hanya bisa pasrah saat orang-orang terdekat bahkan mungkin keluarganya sendiri melakukan kekerasan seksual dan memaksanya tutup mulut. Jadi, buat yang pengin jadi penjahat, silakan, tapi jangan jadi penjahat kelamin apalagi pedofilia! Nggak ada untungnya! Saya sumpahin impoten loh!
Avis,dr
Mengenang Melati ketika melihat gadis muda di sini menikah karena adat, bahkan dengan lelaki yang jauh beda usianya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H