Janya: “Terima kasih, Ibu. Nasihatmu, lembut seperti belahan matahari pagi, selalu membimbing langkahku.”
Nera: “Kakak, apa rencanamu hari ini?”
Janya: “Pagi, adikku. Mungkin kita bisa menjelajahi lembah ini lagi, menemukan cerita baru yang tertulis di antara dedaunan dan sungai.”
Liben: “Keluarga kita adalah fondasi yang kuat. Mari kita bersama menjalani perjalanan cinta dan cobaan di Desa Kurulu.”
Janya: (mengangguk) “Bersama, kita merajut kisah indah di lembah ini, di bawah langit yang tak pernah berhenti bercerita.”
Namun, suatu pagi, ketika kabut tipis masih menyelimuti lembah, datanglah seorang. Taksa, seorang peneliti dengan mata penuh kekaguman pada keanekaragaman alam di Pegunungan Jaya Wijaya, muncul di tengah kehidupan sehari-hari Janya. Mata mereka bertemu di pelataran pendopo Desa Kurulu , takdir terjalin dalam garis kehidupan yang kini saling bersilangan.
Janya: “Pagi yang sunyi dan tenang, apa yang bisa kulakukan ya pagi ini?” (Sambil berdiri di pelataran pendopo Desa Kurulu, memandang kabut yang menyelimuti lembah)
Taksa: (muncul dari balik kabut menuju pendopo Desa Kurulu, langkahnya penuh keyakinan dan matanya tertarik ingin berkenalan kepada Janya.) “Halo Selamat pagi Nona, Nama saya Taksa bolehkah saya duduk disini?.”
Janya: (mengangkat alis, sedikit terkejut) “Selamat pagi Taksa, boleh silahkan. Perkenalkan nama saya Janya.”
Taksa: “Baik Janya, salam kenal ya.”
Janya: "Rupanya engkau adalah pengunjung yang datang dari luar, bukan? Ini kali pertama saya menyaksikan kehadiranmu."