Mohon tunggu...
Audrey Verina
Audrey Verina Mohon Tunggu... -

I'm an ordinary girl with extraordinary dreams :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Sang Bintang

17 Desember 2010   16:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap malam, saat aku terbangun dari tidurku, aku menatap langit. Malam ini, aku masih menatap langit. Tetapi ada yang berbeda malam ini. Seakan-akan aku mendengar sebuah hembusan angin yang berbeda dari biasanya, memanggilku. Menyapaku lembut. Aku mencari asal hembusan angin tersebut. Sepertinya, hembusan angin itu berasal dari sekitar sini, pandanganku teralih pada sebuah titik kecil yang memancarkan cahaya yang paling terang. Apakah titik kecil itu yang menghembuskan angin yang memanggilku? Titik kecil itu berbeda dari yang lain. Sepertinya, itu adalah bintang yang paling cantik yang pernah kulihat. Sang Bintang… Nama itu muncul begitu saja dalam pikiranku. Nama bintang itu Sang Bintang, pikiranku mengulang. Sang Bintang tersenyum manis padaku. Saat itu juga, hatiku berdetak secepat badai berhembus.
Malam berganti pagi, pagipun berganti malam kembali. Sang Bintang menampakkan dirinya. Matanya berbicara, mengartikan banyak hal. Senyumnya menyapaku lembut.
Sang Bintang lenyap bersama Sang Bulan, berganti Sang Mentari yang bersinar terang. Kini waktuku untuk memejamkan mata, terlelap dalam mimpi.
“ Aku mencintaimu,” pinta sebuah suara lembut.

Aku dibangunkan oleh mimpi itu. Sang Ratu Malam sudah berada di tempatnya, mengawasi malam. Dan di sekelilingnya, seperti biasa, Sang Bulan selalu ditemani bintang-bintang yang memancarkan cahaya kecilnya.

Aku memperhatikan langit. Mataku bergerak, berputar mencari-cari sebuah sosok, titik kecil, Sang Bintang. Aku menelusuri setiap liku galaksi. Aku tahu, banyak titik-titik kecil yang tersebar di langit. Tapi, titik kecil yang aku cari, yang dapat membuat hatiku terasa hangat, tidak terlihat, kemanakah Sang Bintang? Hatiku gelisah, cemas.

Apa yang terjadi padanya? Mengapa Sang Bintang tidak muncul?

Aku menunggu. Satu jam, dua jam, tiga jam, hingga tujuh jam aku menunggu. Sang Bintang tak jua muncul. Sang mentari hampir menguasai langit. Kini, kekuasaan kerajaan langit akan diserahkan pada sang mentari. Tapi Sang Bintang tak kunjung datang.

Matahari sudah tinggi, menguasai langit. Aku seharusnya tidur saat matahari tinggi, tapi bayang Sang Bintang menghantuiku, menguasai pikiranku. Hingga akhirnya sang mentari memaksaku untuk terlelap.

“Bangunlah…,” suara lembut yang kukenal membangunkanku. Aku terbangun dari tidurku.

“Terbanglah ke atas,” suara itu terdengar lagi.

“Ke atas mana?,” tanyaku ragu, “siapa kamu?”.

Tiba-tiba sebuah sosok tampak di hamparan langit biru hitam.

“Kau tahu siapa aku,” katanya.

Ya, aku mengenalnya, sosok yang selalu membuat hatiku berpacu.

“Sang Bintang?,” aku bertanya memastikan.

“Ya, ini aku. Ada yang harus kukatakan padamu,” katanya.

Aku hampir tak percaya, Sang Bintang berbicara padaku. Sosoknya bukan sekedar titik kecil di hamparan langit luas, Sang Bintang begitu indah. Jantungku berpacu. Rasa yang tak pernah kurasakan sebelumnya kini datang mengisi ruang hatiku. Aku terdiam, cukup lama.

“Aku mencintaimu,” Sang Bintang berkata.

Jantungku berdetak semakin cepat. Kurasakan senyum terukir di bibirku, wajahku memerah. Tiba-tiba sentuhan lembut membelaiku.

“Aku sungguh mencintaimu,” bisiknya.

Aku tetap terdiam, tak sepatah katapun kubisikkan.

“Aku akan menjagamu selamanya,”

Sang Bintang membuatku luluh. Lalu, tiga kata terlontar dari mulutku, “Benarkah kamu mencintaiku?”

“Tentu saja. Kalau tidak, mengapa aku ada dalam mimpimu?”

“Jadi, kamu yang berbicara dalam mimpiku kemarin?”

“Ya..,”

“Tapi, aku tak pantas untukmu,”

“Sssstt.. ,” jarinya menyentuh paruhku, “Saat aku mengatakan aku mencintaimu, berarti aku yakin kamu adalah yang terbaik untukku,”

“Apakah kamu tahu siapa aku?,” tanyaku pada Sang Bintang.

“Tentu saja, kamu adalah seekor burung hantu kecil yang lucu,”

“Aku burung hantu yang jelek,dan banyak ditakuti orang. Lagipula, mana mungkin kamu dapat mencintaiku? Bukankah kamu selalu bersama Sang Bulan? ,”

“Memangnya ada apa kalau aku selalu bersama Sang Bulan? Aku hanya melaksanakan tugasku di Kerajaan Langit. Aku diutus untuk menemani Sang Ratu Langit,”

“Tapi, lihatlah, Sang Bulan begitu cantik. Dia selalu terlihat anggun. Kenapa kamu tidak mencintai Sang Bulan saja?,”

“Mencintai Sang Bulan? Tidak mungkin. Mencintai tidak dapat dipaksakan. Lagipula, Sang Bulan adalah Sang Ratu Langit. Dan Sang Mentari adalah Sang Raja Langit. Aku bisa dihukum jika aku berusaha untuk mencintai Sang Ratu,”

“Maksudmu? Sang Bulan dan Sang Mentari adalah sepasang kekasih?,”

“Tentu saja,”

“Tapi, mereka tak pernah terlihat bersama,”

“Memang. Sebagai Raja dan Ratu, mereka mempunyai tugas masing-masing. Sang Mentari menyinari bumi saat pagi dan siang hari. Dan Sang Bulan, menyinari bumi pada malam hari, tentu saja dengan bantuan Sang Mentari juga. Dan, dengan begitu, mereka tidak memiliki waktu untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama.,”

“Bantuan Sang Mentari?,”

“Iya, Sang Bulan tidak dapat memancarkan cahayanya sendiri, sehingga tugas Sang Bulan hanya memantulkan sinar Sang Mentari dari jauh. Jadi pada saat malam hari, sinar yang sampai di bumi adalah sinar Sang Mentari yang dipantulkan oleh Sang Bulan. Karena itu juga, sinar pada malam hari tidak seterang sinar pada pagi dan siang hari,”

Aku terdiam. Tragis sekali, pikirku. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama-sama. Setiap hari bergantian menjaga dan menyinari bumi. Tidak pernah ada waktu untuk bersama.

“Jadi, ke mana Sang Mentari saat Sang Bulan menerangi malam?,” tanyaku.

“Sang Mentari harus menyinari belahan bumi lain, agar belahan bumi lain menjadi pagi dan siang hari. Tidak mungkin kan kalau di salah satu belahan bumi terus pagi dan siang hari, dan belahan bumi lainnya terus malam hari?,”

Aku menggelengkan kepalaku.

“Sudahlah, jangan bicarakan tentang Sang Bulan dan Sang Mentari lagi. Kita bicarakan tentang kita saja, bagaimana?,” gerutunya.

“Tentang kita? Apa yang harus dibicarakan?,” aku merasa tidak ada yang perlu dibicarakan tentang aku dan Sang Bintang.

“Aku mencintaimu, Burung Hantu kecilku,” katanya.

Aku tersipu, “Kenapa kamu mencintaiku? Dan, bagaimana kamu dapat mencintaiku?,”

Sang Bintang terdiam, berpikir sejenak. Dan Sang Bintang berkata, “Aku tidak tahu.. Cinta tak butuh alasan.. Alasan tak dibutuhkan untuk mencintai.. Dan proses untuk mencintai, tak ada yang tahu bagaimana proses mencintai..,”

Benarkah cinta tak pernah butuh alasan? Benarkah tak ada yang tahu bagaimana proses mencintai?
Aku mengulang kembali memoriku, bertanya pada diriku sendiri. Kenapa aku dapat mencintai Sang Bintang? Bagaimana aku mencintai Sang Bintang? Darimana cinta itu datang? Tidak tahu. Semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Aku tidak tahu mengapa aku dapat mencintai Sang Bintang. Aku tidak tahu bagaimana caranya sehingga aku dapat mencintai Sang Bintang. Aku juga tidak pernah mengetahui kapan aku mulai mencintai Sang Bintang.

“Bolehkah aku mencintaimu agar aku dapat menjagamu selamanya?,” suara Sang Bintang membuyarkan pikiranku.

Wajahku memerah, aku pun mengangguk.

“Oh ya, maaf semalam aku tidak dapat menemuimu,” Sang Bintang meminta maaf.

“Semalam?,” aku berpura-pura tidak tahu.

“Jangan pura-pura tidak tahu,” Sang Bintang tersenyum, “Aku tahu semalam kamu mencariku, dan menungguku hingga pagi hari datang, dan kamu terus menunggu sampai akhirnya terlelap.”

“Siapa bilang aku mencarimu?,” aku tertawa.

“Sudahlah, katakan saja. Kamu khawatir kan?,”
Aku hanya bisa tertawa. Dan aku yakin, Sang Bintang mengerti maksud di balik tawaku. Kami terdiam sejenak.

“Bintang.. ,” panggilku ragu-ragu.

“Ya? Ada apa?,”

“Apakah kamu bahagia menjadi dirimu?,” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku.

“Aku? Tentu saja aku bahagia.. Kenapa kamu bertanya seperti itu?,”

“Sebab… Terkadang aku merasa aku tidak ingin menjadi diriku.. Aku ingin menjadi sesuatu yang lain.. Sesuatu yang lebih cantik, lebih indah, lebih baik, lebih segala-galanya dari diriku yang sekarang.. Aku ingin menjadi lebih dari sekedar burung hantu..,”

Sang Bintang hanya tersenyum, memandangku. Sang Bintang mendekati wajahku, dan mengecup pipiku dengan lembut, sangat lembut.

Hatiku tak menentu saat itu. Apakah semua ini salah ataukah….. Aku tidak tahu, dan mungkin takkan pernah tahu. Yang aku tahu, aku tidak ingin kehilangan Sang Bintang saat itu. Aku ingin terus bersamanya. Kurasakan wajahku memerah. Sang Bintang tersenyum, lagi.

“Kamu lucu saat wajahmu memerah, kamu tahu itu?,” katanya sambil tersenyum, dan masih memandangiku penuh arti.

“Apa maksudmu mengecupku tiba-tiba?,” tanyaku, marah, tapi tak dapat juga kusembunyikan perasaan senangku.Aku bertanya, marah, tetapi sambil tersenyum.

“Aku mencintaimu,” katanya, “Aku tak ingin kehilangan dirimu. Kamu adalah kamu, dan takkan ada yang dapat menggantikan kamu dalam hidupku. Aku tak peduli kalau kamu seekor burung hantu. Walau mungkin para manusia sering menganggapmu menakutkan, tapi bagiku, kamu tidak menakutkan. Kamu berbeda. Aku ingin kamu tetap seperti ini, menjadi burung hantu yang kukenal. Burung hantu yang kucintai.”

“Tapi, apakah-,” aku tak lagi melanjutkan pertanyaanku.

“Burung hantu kecilku, apakah kamu tahu, bahwa tak akan pernah ada burung hantu secantik dirimu?,” Sang Bintang bertanya.

“Gombal,” jawabku singkat. Aku tahu pasti, di luar sana, masih banyak burung hantu yang lebih cantik dariku. Tapi Sang Bintang seperti tidak mendengarku.

“Apakah kamu tahu, bahwa kamu makhluk yang paling sempurna yang pernah kutemui?,” tanyanya lagi.
Pertanyaan apa itu? Tentu saja tidak ada yang sempurna di dunia ini.

“Bukankah tidak ada yang sempurna di dunia ini?,” aku bertanya kembali.

“Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi, yang perlu kamu tahu adalah, setiap orang yang mencintai dirimu sepenuh hati selalu menganggap dirimulah yang paling sempurna yang pernah ia temui. Meski ia tahu dimana kekuranganmu, ia akan menjadikan itu sebagai kelebihanmu,” jelasnya.

“Aku masih tidak mengerti.. Bagaimana kekurangan dapat dianggap sebagai kelebihan?,”

“Begini, kekurangan akan tetap menjadi kekurangan dalam dirimu. Tetapi, kamu tahu mengapa orang selalu ditakdirkan untuk berpasangan?,”

Aku menjadi semakin tidak mengerti, aku hanya mengangkat bahuku.

“Orang ditakdirkan untuk berpasangan karena-,” belum selesai Sang Bintang berbicara, aku memotong.

“Tunggu dulu!! Biarkan aku berpikir..,” aku berpikir.

Cukup lama aku berpikir. Orang ditakdirkan berpasangan karena apa?

“Aku tahu,” aku menemukan jawabannya, “agar mereka bisa saling mencintai.”

“Untuk apa mereka saling mencintai?,” tanyanya padaku.

Aku terdiam. Untuk apa? Aku tidak tahu, dan hanya menggelengkan kepalaku.

“Mencintai, tentu saja tidaklah mudah. Setiap orang dapat dengan mudah mengatakan kepada orang lain ‘Aku mencintaimu’. Tapi, bagaimana dengan isi hatinya saat itu? Takkan ada yang tahu, dan takkan pernah ada yang tahu. Mencintai bukan hanya sekedar kata-kata. Tapi, dari dalam hatimu, kamu juga harus merasakan rasa cinta itu,” Sang Bintang menjelaskan.

“Bagaimana kita tahu bahwa yang kita rasakan itu cinta?,” hal ini semakin membingungkan.

“Hmmm… Banyak orang mengatakan bahwa, jika kamu berdekatan dengan seseorang dapat membuat hatimu berlomba, berarti kamu mencintainya. Tidak, itu tidak benar,”

“Jadi?,”

“Banyak juga yang mengatakan bahwa, jika kamu selalu ingin terus bersama dengannya dan terus ingin berada di sisinya, berarti kamu mencintainya. Itu juga tidak benar,”

“Bagaimana kalau saat bersama dengannya, kamu selalu merasa nyaman dan bahagia, apakah itu berarti kamu mencintainya?,” aku bertanya karena aku pernah mendengar beberapa manusia berkata seperti itu sebelumnya.
Sang Bintang hanya menggelengkan kepala dengan pasti. Meyakinkanku bahwa pernyataan tersebut salah. Aku semakin bingung dan semakin tidak mengerti apa itu ‘mencintai’.

“Tidak ada orang yang dapat mendefinisikan rasa cinta dalam hatinya. Kamu hanya dapat merasakannya, tapi kamu tidak akan dapat mendefinisikannya. Dengan cara apapun. Meski kamu membuka kamus dan mencari arti kata ‘mencintai’, definisi ‘mencintai’ di dalam kamus tak akan pernah cukup, bahkan sangat kurang untuk rasa itu. Jangan pernah mencari definisi ‘mencintai’.. Karena kamu takkan pernah menemukannya..,”

“Jadi bagaimana caranya agar aku tahu bahwa aku mencintai seseorang?,” ini sangat membingungkan.

“Hanya kamu yang tahu. Kamu akan tahu kalau kamu sedang merasakan kamu ‘mencintai’,” jawabnya sederhana.
Aku bingung. Hanya saja, aku tahu, dan aku merasa bahwa aku mencintai Sang Bintang.

“Kalau begitu, aku rasa, aku mencintamu,” kataku pelan, hampir tidak terdengar.

“Apa?,” tanya Sang Bintang. Sepertinya Sang Bintang tidak mendengar pernyataan perasaanku kepadanya.

“Tidak, lupakan saja,” lebih baik, Sang Bintang tidak tahu.

“Ayolah, aku tahu, kamu mengatakan bahwa kamu mencintaimu, ya kan?,” rupanya Sang Bintang mendengarku.

“Kalau kamu mendengarku tadi, untuk apa kamu berpura-pura tidak mendengar?,” tanyaku.

“Aku hanya ingin mendengarmu mengatakannya lagi,” Sang Bintang tersenyum. Senyumnya berbeda dari yang biasanya. Tapi aku tetap menyukai senyumannya.

“Sudahlah, jangan mengerjai aku terus,” aku murung.

“Jangan begitu, kamu jadi terlihat jelek. Tersenyumlah,” Sang Bintang menggodaku.

“Tadi katamu aku burung hantu paling cantik. Sekarang kamu mengatakan aku terlihat jelek. Bagaimana sih?,”

“Iya, iya.. Kamu cantik,”

“Baiklah, kita kembali ke topik tadi,” aku melanjutkan, “Lalu, kenapa setiap orang akan selalu berpasangan?”

“Karena, saat seorang mempunyai kekurangan, pasangannya akan mengisi kekurangan itu sehingga kekurangan itu akan menjadi kelebihan. Setiap pasangan tidak harus memiliki persamaan. Justru, dengan adanya perbedaan, setiap pasangan dapat saling mengisi. Dan pada akhirnya, akan terbentuk suatu hubungan yang indah,”

“Jadi, seperti puzzle? Setiap potongan tak ada yang sempurna, tetapi setelah semua potongan telah dipasang, akan terbentuk sebuah gambar yang indah, benar?,”

“Benar sekali, burung hantu kecilku….,”

Aku tersenyum memandangnya. Sang Bintang pun mendekapku ke dalam pelukannya.
Hoaaam…Aku mengantuk. Hari sudah mulai terang.

“Tidurlah.. Aku juga harus kembali,” katanya lembut.

“Apakah kamu tidak akan menemani aku di sini?,”

“Tidak, aku tidak bisa terus berada di sini. Pagi dan siang hari adalah waktu kekuasaan Sang Mentari. Sedangkan aku hanya diutus untuk menemani Sang Bulan,”

Aku kecewa, kenapa Sang Bintang tidak dapat menemaniku di sini? Katanya dia mencintaiku?

“Tapi,” sambungnya, “Tenanglah. Saat aku tidak ada di sini, dan walaupun kamu tidak dapat melihatku, ketahuilah dan percayalah, kalau aku akan terus mengamatimu dari atas langit. Aku tak pernah beranjak dari tempatku. Aku akan tetap menjagamu. Aku sudah mengatakannya, aku akan menjagamu selamanya.”

Kata-kata Sang Bintang sungguh menentramkan hatiku. Entah kenapa, aku percaya semua yang baru saja dikatakannya. Aku mengangguk.

Aku terlelap. Aku tahu, Sang Bintang menemaniku sampai aku benar-benar terlelap. Dan saat Sang Bintang akan kembali ke langit, aku mendengar Sang Bintang membisikkan sesuatu ke telingaku, “Aku takkan meninggalkanmu. Aku sungguh menyayangimu.” Dan Sang Bintang mengecup keningku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun