“Bintang.. ,” panggilku ragu-ragu.
“Ya? Ada apa?,”
“Apakah kamu bahagia menjadi dirimu?,” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku.
“Aku? Tentu saja aku bahagia.. Kenapa kamu bertanya seperti itu?,”
“Sebab… Terkadang aku merasa aku tidak ingin menjadi diriku.. Aku ingin menjadi sesuatu yang lain.. Sesuatu yang lebih cantik, lebih indah, lebih baik, lebih segala-galanya dari diriku yang sekarang.. Aku ingin menjadi lebih dari sekedar burung hantu..,”
Sang Bintang hanya tersenyum, memandangku. Sang Bintang mendekati wajahku, dan mengecup pipiku dengan lembut, sangat lembut.
Hatiku tak menentu saat itu. Apakah semua ini salah ataukah….. Aku tidak tahu, dan mungkin takkan pernah tahu. Yang aku tahu, aku tidak ingin kehilangan Sang Bintang saat itu. Aku ingin terus bersamanya. Kurasakan wajahku memerah. Sang Bintang tersenyum, lagi.
“Kamu lucu saat wajahmu memerah, kamu tahu itu?,” katanya sambil tersenyum, dan masih memandangiku penuh arti.
“Apa maksudmu mengecupku tiba-tiba?,” tanyaku, marah, tapi tak dapat juga kusembunyikan perasaan senangku.Aku bertanya, marah, tetapi sambil tersenyum.
“Aku mencintaimu,” katanya, “Aku tak ingin kehilangan dirimu. Kamu adalah kamu, dan takkan ada yang dapat menggantikan kamu dalam hidupku. Aku tak peduli kalau kamu seekor burung hantu. Walau mungkin para manusia sering menganggapmu menakutkan, tapi bagiku, kamu tidak menakutkan. Kamu berbeda. Aku ingin kamu tetap seperti ini, menjadi burung hantu yang kukenal. Burung hantu yang kucintai.”
“Tapi, apakah-,” aku tak lagi melanjutkan pertanyaanku.