Mohon tunggu...
Audrey Fanany
Audrey Fanany Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Penulis

I love writing, reading, watching movie/series, and drinking coffe ✩°。⋆⸜ 🎧✮

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Begini, Begitu (Oleh: Audrey Fanany XB/11)

28 Januari 2024   18:18 Diperbarui: 29 Januari 2024   11:05 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tetaplah engkau disini, jangan datang lalu kau pergi...
Sayup-sayup terdengar lantunan lagu Pelangi—HIVI! keluar dari headphone yang terpasang di kedua telinga Louisa.

"Kenapa sih lo? Dari kemarin lesu banget tiap berangkat sekolah," tanya Rio, kakak Louisa yang sedari tadi memperhatikan adiknya melalui kaca mobil.

"Nggak ada Bang, gue cuma lagi capek aja," jawab Louisa dengan nada bicara yang sepertinya tidak ada semangat sama sekali.

"Oh...karena latihan buat P5? Yaelah emang secapek apa sih lo? Masih capek juga gue ngerjain skripsi empat hari empat malam nggak tidur sama sekali," sahut Rio dengan nada menyepelekan.

Mendengar hal itu, Louisa menjadi sedikit sebal. Tapi dia tetap diam, untuk berbicara pun malas. Kalau boleh jujur, Ia sangat tidak suka ketika kakaknya mengadu nasib dengannya. Menurutnya, setiap orang punya kemampuan sendiri-sendiri. Dan bagi dia, projek P5 ini sangat melelahkan. Apalagi, temannya yang menjadi koreografer dan mengatur gerakan tarinya sering berubah-ubah pikiran yang membuatnya bingung. Ya... Louisa akan menampilkan tarian Bali saat gelar karya P5 nanti.

*Louisa tiba di sekolah pukul 6.15

Louisa berjalan menuju kelas tiada rasa semangat. Hari ini jadwalnya di sekolah dari jam pertama hingga terakhir adalah P5. Tadi pagi saat bangun, rasanya badannya tidak ingin terlepas dari kasurnya yang nyaman bagikan surga.

"Kenapa sih? Udah lemes aja lo pagi-pagi," tanya Xavier, sahabat laki-laki Louisa.

"Haduh...gue tuh males banget sama P5. Bisa nggak sih P5 di skip aja? Gue tuh capek banget sumpah," jawab Louisa.

"Iya sabar ya, bentar lagi udah pentas kok! Kalau lo semangat besok gue turutin apa yang lo mau. Apa aja deh," sahabat laki-laki Louisa tersebut menyemangati.

"Tapi gue tuh capek, Xav, dari kemarin itu si Marcia pengennya harus yang perfect banget. Tiap detik gonta-ganti gerakan terus. Tiap detik harus begini, begitu. Lo kan tahu gue ini memang bukan penari. Kalo mau yang luwes yaudah jangan pilih gue," keluh Louisa.

"Iya, gue tahu, Sa. Kalo gue jadi lo juga udah males," jawab Xavier berusaha menenangkan sekali lagi.

Louisa memang begitu. Dia anak yang gampang sekali emosi. Bahkan dengan hal sepele sekalipun. Xavier adalah satu-satunya orang yang selalu siap mendengarkan, menyemangati dan menenangkannya. Keluh kesah Louisa adalah makanan sehari-hari baginya. Tapi dia tetap sabar dengannya. Bagi Louisa, Xavier adalah safe place untuknya, orang yang ia anggap nyaman untuk mendengarkan segala ceritanya.

*Pukul 07.00 bel tanda masuk berbunyi

Terdengar keriuhan para siswa yang berusaha mengundurkan meja dan kursi ke sisi belakang kelas karena sisi depan kelas akan digunakan untuk latihan pentas P5. Kelas Louisa hari ini melakukan latihan di kelas sebab aula dipakai oleh kelas lain.

Louisa satu-satunya anak yang tidak bergerak sama sekali. Malas. Untuk bergerak pun malas. Ia hanya melihat teman-temannya yang sedang memindah meja dan kursi dengan tatapan kosong. Tidak peduli, dia sedang tak semangat, untuk apa membantu—pikirnya.

"Oke semua, hari ini kita full latihan dari pagi sampai nanti siang  ya! Ini latihan terakhir kita, guys, jadi harus serius ya! Nanti kalau bisa serius, kita mau ditraktir sama Bu Andri," ucap Kai, sang ketua yang mengatur latihan pentas P5 tersebut dengan sedikit bergurau.

 "Oh siap, kalau urusan ditraktir gue maju nomor satu," sahut Kenaz yang hobi jajan dengan semangat.

"Wah... gas kalau itu! Seharian latihan nggak berhenti juga mau gue!" Gabby menimpali.

Semua tertawa dengan gurauan tersebut. Kecuali... Louisa. Masih sama, ia hanya diam tanpa berekspresi apapun.

"Yaelah, kenapa sih lo? Datar banget ekspresi lo. Siapa tahu kita beneran ditraktir ya kan sama Bu Andri hahahaha... lo yakin nggak mau?" ujar Karyn yang duduk disampingnya sambil masih tertawa dengan lelucon sang ketua tadi.

"Nggak, makanan di kantin nggak ada yang spesial bagi gue," jawab Louisa dengan nada datar.

Setelah mendengarkan sedikit arahan tentang latihan hari ini dari ketua dan sutradara, kelas Louisa akhirnya memulai latihan. Mulai dari penampilan  tarian Jawa di awal, tari Kecak, drama pendek yang diselingi dengan tarian Bali, dan dance dengan iringan lagu Aku Indonesia—Naura.

"Aduh, kok kayaknya kurang bagus ya gerakan yang tariannya?," keluh si koreografer, Marcia.

"Terus lo mau nya yang gimana sih? Pentasnya tinggal besok ini loh," tanya Louisa dengan nada putus asa.

"Duh, ganti gerakan deh, kurang bagus soalnya,"jawab Marcia dengan mengernyitkan dahinya, menunjukkan ekspresi tidak puas dengan gerakan sebelumnya.

"Yaudah iya, gue ngikut," jawab Louisa.
Louisa sudah tidak paham lagi dengan temannya ini. Berapa kali ia mengganti gerakan tarian padahal pentas sudah tinggal besok ini. Sebenarnya Louisa sudah sangat lelah. Ia sudah berlatih beberapa gerakan sebelumnya dengan mati-matian tetapi ujung-ujungnya selalu saja berganti gerakan.

*Bel jam pulang sekolah berbunyi pada pukul 14.15

Louisa berjalan keluar kelas dengan Xavier. Seperti biasa, tampaknya ia sedang mengeluh tentang P5 tadi kepada Xavier.

"Lo tahu nggak sih, Xav? Marcia ganti lagi gerakannya! Sumpah gue sudah capek banget, ini udah kali ke-berapa dia ganti gerakan karena menurut dia belum bagus," keluh Louisa setelah ia menenggak air mineral. Mereka mengobrol di kursi yang ada di lobi sekolah sambil menunggu jemputan.

"Sumpah, demi apa?! Gonta-ganti mulu terus kapan jadinya? Pentasnya udah tinggal besok loh, Sa," tanya Xavier yang kaget dan juga terheran-heran.

"Iya, gue juga bingung banget asli. Masalahnya kalau emang gue penari sih nggak masalah, Xav, pasti latihan gerakan baru nggak sesusah itu. Tapi kan gue ini bukan penari, Xav, buat hafalin satu gerakan aja butuh waktu agak lama," jawab Louisa.

"Iya iya gue ngerti, semangat ya besok! Janji gue masih berlaku, kalau lo semangat, besok gue turutin semua kemauan lo," jawab Xavier.

"Hahaha, iya," balas Louisa dengan tertawa kecil.

Tak lama, jemputan Louisa datang. Yang menjemputnya siang ini adalah mamanya. Louisa bergegas berjalan menuju mobil sambil melambaikan tangan ke Xavier.

"Hai, ma!" sapa Louisa ke mamanya yang ada di dalam mobil sambil ia mengenakan sabuk pengaman.

"Halo sayangnya mama! Gimana sekolah hari ini? Kok kamu kelihatan suntuk begitu? Ada masalah? Atau ada temanmu yang menjengkelkan?" tanya mama Louisa.

Sudah berapa orang yang berjumpa dengan Louisa hari ini mengatakan dirinya tampak lemas, sedih, suntuk, dan lain-lain yang negatif. Tapi sekarang, mamanya yang bertanya seperti itu. Gawat bagi Louisa. Karena jika mamanya sudah mengatakan itu, ia akan terus bertanya macam-macam kepada Louisa. Memang, maksud mamanya bertanya seperti itu karena peduli dengan Louisa. Tapi, Louisa tidak suka karena mamanya akan bertanya layaknya polisi yang sedang menginterogasi tahanan.

"Nggak apa-apa, ma! Cuma capek aja seharian ini full latihan buat pentas P5 besok," jawab Louisa. 

Kali ini ia menjawab dengan sedikit aura senang untuk menghindari mamanya berpikir hal-hal yang lain dan bertanya macam-macam kepadanya.

Keesokan harinya, Louisa bangun lebih awal. Ia bangun pada pukul 04.00 untuk bersiap-siap karena hari ini adalah hari pentas tersebut. Sedikit terburu-buru untuk berangkat sekolah hari ini. Louisa tidak sempat sarapan dengan keluarganya dan hanya melahap sepotong roti dengan selai kacang lalu bergegas berangkat. Ia harus berangkat pagi sekali karena masih harus dirias di sekolah sebelum pentas.

"Aku berangkat dulu ya, ma, pa! Nanti aku pulang naik ojek online aja," pamit Louisa dengan orang tuanya lalu berlari masuk menuju mobil kakaknya.

Di tengah perjalanan di dalam mobil, Louisa sibuk menghafalkan gerakannya kembali. Gerakan yang seribu kali diubah tersebut akhirnya sudah tetap.

Louisa tiba di sekolah lebih pagi hari ini. Ia langsung menuju kelasnya dengan terburu-buru. Disana sudah banyak temannya yang datang.

"Sorry guys kalau gue telat, abang gue nyetir mobil lama banget," kata Louisa kepada teman-temannya yang akan meriasnya.

"Nggak, Sa, santai aja masih lama," sahut Jasmine.

Setelah dirias selama kurang lebih satu jam, akhirnya Louisa siap. Ia tampak cantik dengan pakaian adat Bali warna merah muda dan selendang yang terlingkar di pinggangnya.

"Gila, cakep banget lo kalau penampilannya anggun begitu, hahahaha," puji Xavier dengan sedikit meledek.

"Apa sih lo? Gue ni lagi grogi, takut ntar lupa gerakan di panggung," jawab Louisa.

"Yaudah sih, paling juga orang-orang cuma ngetawain lo kalau salah gerakan, hahaha," ejek Xavier.

"Diem deh lo," jawab Louisa dengan nada galak.

Waktu sudah menunjukkan tengah hari. Matahari bersinar tepat di atas kepala. Dan... inilah saatnya penampilan dari kelas Louisa. Rasa takut, grogi, dan cemas muncul tiba-tiba dalam diri Louisa, apalagi ketika ia melihat segerombolan para penonton. Pipi Louisa menjadi merah merona dan dirinya terus menggigit bibir bawahnya untuk mengusir demam panggungnya.

"Xav, gue nervous banget sumpah," kata Louisa ke Xavier sebelum ia akan menaiki panggung.

"Udah nggak apa-apa! Tenang. Tarik napas pelan-pelan. Lo pasti bisa!" kata Xavier untuk menenangkan Louisa.

Seling beberapa menit kemudian Louisa naik ke atas panggung menarikan tarian pendek Bali di depan ratusan penonton. Louisa sukses membuat penonton melontarkan teriakan dan tepuk tangan kepada tarian yang dibawakannya.

Setelah penampilannya, ia turun ke panggung dengan wajah berseri. Lalu ia berlari menuju Xavier dan memeluknya dengan tertawa bahagia.

"Congrats, Sa! You did it! Keren banget lo tadi!," puji Xavier.

"Thanks a lot, Xav! Kalau nggak ada lo paling gue udah nangis tadi di atas panggung, hahaha," jawab Louisa dengan lega.

"See? Lo bisa akan ngelewatin ini? Capek lo yang kemarin akhirnya terbayarkan juga, Sa! Karena lo dari kemarin udah semangat, ntar pulang sekolah gue beliin ayam geprek kesukaan lo deh," jawab Xavier.

"Hahaha, iya, Xav. Makasih banget ya, lo udah mau jadi support system gue selama ini," Louisa berterima kasih kepada Xavier.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun