Mohon tunggu...
Atiyatuzzahro Nabilah
Atiyatuzzahro Nabilah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi/Photographer/Barista

Menyukai Kopi, Fotografi, Videografi, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemerintah Baru, Program Kerja Baru, Ladang Korupsi Baru?

5 November 2024   14:08 Diperbarui: 5 November 2024   14:08 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meskipun niat di balik program ini sangat baik, sejumlah pihak mengkritik perencanaan program ini yang dinilai kurang matang dan realistis. Berbagai perubahan mendadak dalam konsep dan isi program, seperti perubahan nama, menu makanan, dan anggaran per porsi, menimbulkan kebingungan di kalangan publik.

 Pada awalnya, setiap porsi makan siang dan susu gratis ini dijanjikan memiliki anggaran sebesar 15.000 Rupiah, namun spekulasi berkembang bahwa anggaran tersebut akan dipotong menjadi 7.500 Rupiah per porsi. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2045 yang diperkirakan hanya sebesar 71 Triliun Rupiah. 

Salah satu perubahan signifikan dalam program ini adalah penggantian nama dari "Makan siang dan susu gratis" menjadi "Makan bergizi gratis". Selain itu, menu yang disediakan juga mengalami beberapa perubahan. 

Pada awalnya, karbohidrat utama yang akan disajikan adalah nasi, tetapi Gibran Rakabuming Raka menyatakan bahwa ada kemungkinan menu karbohidrat tersebut diganti menjadi mie atau jagung, dengan alasan kandungan karbohidrat kompleks yang dimilikinya.

Perubahan yang lebih besar terjadi pada menu susu. Awalnya, program ini merencanakan penggunaan susu sapi sebagai bagian dari menu "susu gratis", tetapi belakangan susu sapi diganti dengan susu berbasis ikan. Susu ikan ini dibuat dari protein ikan, khususnya ikan yang mengandung lemak yang tinggi. 

Susu ikan dipilih karena kandungan nutrisinya yang tinggi, termasuk asam amino esensial dan omega-3, yang dianggap lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan dengan susu sapi. 

Selain itu, penggunaan susu ikan juga lebih sesuai dengan potensi sumber daya maritim Indonesia, mengingat sebagian besar kebutuhan susu sapi di Indonesia masih harus diimpor dari luar negeri. Perubahan menu susu ini dianggap sebagai langkah yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya lokal secara lebih maksimal. 

Mengingat Indonesia adalah negara maritim dengan sumber daya perikanan yang melimpah, susu berbasis ikan dinilai sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan susu sapi yang sebagian besar harus diimpor.

Dengan demikian, program ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, terutama di sektor perikanan, sekaligus meningkatkan gizi masyarakat. Namun, ada kekhawatiran bahwa program ini berpotensi menghadapi masalah dalam implementasinya. 

Salah satu masalah utama adalah potensi korupsi, terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta dalam penunjukan penyedia makanan dan susu gratis. 

Panjangnya rantai distribusi dari penyedia hingga ke penerima makanan juga dinilai menambah risiko, di mana sulit untuk memastikan bahwa makanan dan susu yang diberikan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan, yaitu 7.500 Rupiah per porsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun