"Cahaya apakah kau masih ingin bersamaku seperti yang pernah kau ucap?" Suaraku terlalu kecil namun bisa didengar olehnya.
"Aku menyayangimu dan masih, jangan pernah berpikir aku seperti masa lalu mu. Kita berbeda, bukan bermaksud tak bersimpati dengan kisah lalu"Ucap Cahaya.
Maaf jika sikapmu menyakiti dirimu."Sambungnya dengan jujur.
Aku memastikan hal itu dan tak ada celah kebohongan yang ada dalam dirinya. Tapi dengan bodonya aku mengungkit masalah kita yang dulu dan mulut sialan ini berkata hal tidak wajar.
"Ini juga salahku, Kau benar setiap makhluk itu berbeda, Aku telah mencatat suatu hal yang tak Kau suka termasuk ini. Meskipun ini menyedihkan tetapi tak masalah." Ujarku
Aku menarik nafas perlahan, manik kita beradu. Dia menatapku dengan mimik sulit diartikan. Aku bertanya, "Apakah kau sungguh menyangiku?"
"Ada suatu hal yang ga bisa aku ceritakan kepada siapapun, termasuk kau. Bukan karena tak mempercayai mu lagi, namun jika aku cerita menjadi beban bagiku."
Hatiku hancur, pikiranku seperti melayang entah berantah. Penopang yang selalu kokoh seperti lapuk.
Tidak, aku harus kuat. "Kau berbohong, jika mempercayaiku tak seharusnya seperti ini."
Dadaku terasa sakit seperti dihantam berjuta jarum. Aku merutuki diri sendiri ketika mengucapkan hal tidak wajar.
Aku sadar jika ini salah, tanganku spontan memukul bibir sendiri. Ini tak sesakit yang dirasakan Cahaya.