Di antara lembaran-lembaran buku diary yang telah menguning, Arini menemukan sebuah surat.
Surat itu ditulis oleh Damar saat mereka masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas
(SMA). Surat itu penuh dengan ungkapan cinta dan janji setia. Arini membaca surat itu dengan
hati yang pedih. Kata-kata Damar bagai racun yang meresap ke dalam jiwanya. Bagaimana
mungkin seorang laki-laki yang pernah begitu mencintainya, kini tega menyakitinya sedemikian
rupa? Arini menitikkan air mata. Ia kembali teringat akan pertengkaran mereka tadi siang.
Damar dengan sembarangan menuduh Arini berselingkuh. Padahal, telepon dan pertemuan
makan siang itu semata-mata karena urusan pekerjaan. Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang muncul
di benaknya. Ia ingin meminta bantuan kepada Santi. Ia yakin, hanya Santi yang dapat membantunya. Arini pun memutuskan untuk menghubungi Santi. Ia menekan tombol panggilan
pada ponselnya.
"Halo, Rin? Ada apa?" suara Santi di seberang sana terdengar khawatir.