Mohon tunggu...
Asti Sundari
Asti Sundari Mohon Tunggu... Lainnya - Berfikir adalah salah satu cara bersyukur telah diberi akal. Sebab keunggulan manusia dari akalnya.

Nikmatilah proses yang ada, karena setiap proses yang dilalui mengajarkan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Karakter sebagai Proses Penanaman Nilai

16 Oktober 2021   19:08 Diperbarui: 16 Oktober 2021   19:33 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian ini besifat sangat sederhana karena tidak semua guru menjadikan proses mengajar sebagai mata pencahariannya, seperti para ustadz atau ustadzah, kiyai-kiyai, pendeta dan lain-lain yang mengamalkan ilmunya tanpa meminta imbalan karena mereka juga seorang pendidik. 

Guru yang profesional adalah guru yang mempunyai komitmen dalam untuk meningkatkan mutu pendidikan (UU sindiknas 2003 Bab XI Pasal 40 ayat 2b). Pendidik bukan hanya harus cakap dalam membentuk ranah kognitif saja tapi afektif dan psikomotorik haruslah seimbang, sebab dalam perspektif Psikologi Pendidikan mengajar pada prinsipnya berati proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat oranglain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya.

 

Pendidikan kali ini lebih dominan pada mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, sehingga tidak diarahkan untuk memanusiakan manusia secara utuh lahir dan batin, tetapi lebih berorientasi materialistis, ekonomis, dan tenokratis, tidak ada sentuhan nilai-nilai moral, kemanusiaan dan budi pekerti. 

Pendidikan lebih ditekankan pada kecerdasan intelektual, akal, penalaran tanpa diimbangi dengan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Akibatnya output pendidikan terhadap nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal.  

Pendidikan yang mengutamakan kecerdasan otak dibandingan SQ dan EQ menjadikan peserta didik manusia yang tidak bermoral. Ini dapat kita lihat tawuran antar pelajar sekolah adalah kelompok para remaja yang mengatas namakan sekolah dimana sekolah adalah tempat pembentukan peserta didik melalui nilai-nilai moral. Tidak heran banyak anak-anak muda pada zaman sekarang yang masuk pada kelompok-kelompok yang salah yaitu perilaku-perilaku menyimpang.

 

Dalam dunia pendidikan ternyata terjadi pemisahan ilmu dimana ilmu yang membahas tentang nilai-nilai moral hanyalah ilmu agama atau Pendidikan Kewarga Negaraan sehingga ilmu-ilmu lain tidak mempunyai kewajiban dalam menanamkan nilai-nilai moral dan lebih mementingkan tentang kecerdasan intelektual atau penalaran. 

Menurut Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasi enam nilai dasar kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama.[8] Bahwa dalam proses pembentukan peserta didik kita harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap kehidupan. Jadi dalam pendidikan setiap ilmu harus mampu memberikan nilai-nilai sesuai dengan ilmunya yaitu nialai-nilai moral (nilai positif).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun