Pengertian ini besifat sangat sederhana karena tidak semua guru menjadikan proses mengajar sebagai mata pencahariannya, seperti para ustadz atau ustadzah, kiyai-kiyai, pendeta dan lain-lain yang mengamalkan ilmunya tanpa meminta imbalan karena mereka juga seorang pendidik.Â
Guru yang profesional adalah guru yang mempunyai komitmen dalam untuk meningkatkan mutu pendidikan (UU sindiknas 2003 Bab XI Pasal 40 ayat 2b). Pendidik bukan hanya harus cakap dalam membentuk ranah kognitif saja tapi afektif dan psikomotorik haruslah seimbang, sebab dalam perspektif Psikologi Pendidikan mengajar pada prinsipnya berati proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat oranglain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya.
Â
Pendidikan kali ini lebih dominan pada mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, sehingga tidak diarahkan untuk memanusiakan manusia secara utuh lahir dan batin, tetapi lebih berorientasi materialistis, ekonomis, dan tenokratis, tidak ada sentuhan nilai-nilai moral, kemanusiaan dan budi pekerti.Â
Pendidikan lebih ditekankan pada kecerdasan intelektual, akal, penalaran tanpa diimbangi dengan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Akibatnya output pendidikan terhadap nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal. Â
Pendidikan yang mengutamakan kecerdasan otak dibandingan SQ dan EQ menjadikan peserta didik manusia yang tidak bermoral. Ini dapat kita lihat tawuran antar pelajar sekolah adalah kelompok para remaja yang mengatas namakan sekolah dimana sekolah adalah tempat pembentukan peserta didik melalui nilai-nilai moral. Tidak heran banyak anak-anak muda pada zaman sekarang yang masuk pada kelompok-kelompok yang salah yaitu perilaku-perilaku menyimpang.
Â
Dalam dunia pendidikan ternyata terjadi pemisahan ilmu dimana ilmu yang membahas tentang nilai-nilai moral hanyalah ilmu agama atau Pendidikan Kewarga Negaraan sehingga ilmu-ilmu lain tidak mempunyai kewajiban dalam menanamkan nilai-nilai moral dan lebih mementingkan tentang kecerdasan intelektual atau penalaran.Â
Menurut Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasi enam nilai dasar kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama.[8] Bahwa dalam proses pembentukan peserta didik kita harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap kehidupan. Jadi dalam pendidikan setiap ilmu harus mampu memberikan nilai-nilai sesuai dengan ilmunya yaitu nialai-nilai moral (nilai positif).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H