Zaman Pak Habibie sampai Pak EsBeYe agaknya bekerja sambil berpikir meskipun kadang-kadang terkesan untuk bertindak cepat---spontan, dulu baru kemudian berpikir. Tentang akibatnya? Biarlah jadi urusan rezim---orang, yang belakangan.
Pak Jokowi mungkin agak bernaluri seperti Bung Karno. Yaitu berpikir untuk zaman yang masih menjadi impian bangsanya. Bukan berpikir bagaimana untuk meraih dan mempertahankan jabatan.
Bung Karno tidak mau melawan Pak Harto. Dan Pak Jokowi pun tidak mau meladeni begitu banyak nyinyiran orang-orang frustasi karena merasa diri mereka tak sebanding dengan sosok Presiden yang sederhana tetapi dicintai rakyat dan dikagumi dunia.
Maka bisa dimaklumi bila Fadli Zon, Fahri Hamzah, Amien Rais dan politisi-politisi yang tak kebagian sedikitpun karakter terpuji seperti Ahok terus berteriak menjadikan Presiden sebagai sasaran untuk cemohan.
Wawasan Presiden Jokowi terbatas
Ada yang mengatakan bahwa Presiden Jokowi punya wawasan sangat terbatas. Baragkali penilaian itu ada benarnya.
Tetapi dengan wawasan yang sangat terbatas itu justru pikiran beliau tidak sembarangan mengembara blasakan ke mana-mama.
Pikiran-pikiran besar Presiden Jokowi yang mendasar sudah diarahkan pada cita-cita bernegara jauh sebelum menerima kepercayaan dari rakyat sebagai Presiden.
Pikiran beliau sudah tertuang dalam Nawa Cita sebelum jadi presiden. Sehingga sangat wajar jika seluruh rakyat bisa menerima, menyaksi dan juga ikut terlibat  dengan ajakan melakukan kegiatan yang disebut kerja dan kerja ketika beliau mulai menjadi presiden.
Sedang yang mungkin masih selalu dipikirkan Presiden Jokowi adalah bagaimana mengajak dunia untuk saling menghormati, meghargai dan menjaga kedaulatan negara lain, agar hidup bernegara bisa mewujudkan hidup bersama saling bergatung, saling menghidupi dan saling menyejahterakan.
Umat manusia memperbaiki sejarah.