Meskipun ada potensi besar, tantangan ekonomi tidak bisa diabaikan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki pendapatan rendah, yang menghambat kemampuan mereka untuk mengakses teknologi berbayar. Hal ini juga terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan dan literasi teknologi, yang membuat sebagian besar masyarakat terjebak dalam ekonomi tradisional yang tidak dapat beradaptasi dengan cepat terhadap transformasi digital.
Sektor pendidikan yang diharapkan mengakselerasi literasi digital belum mengintegrasikan kurikulum berbasis teknologi dan AI yang memadai untuk mempersiapkan generasi mendatang. Kominfo, melalui Stranas KA (Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial), berusaha menanggulangi masalah ini dengan mendorong pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang AI. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar kebijakan ini bisa berhasil.
Menurut We Are Social, lebih dari 50% penduduk Indonesia masih berada di luar jangkauan layanan broadband yang memadai. Hal ini memperburuk ketimpangan dalam adopsi teknologi, di mana hanya segelintir orang yang bisa memanfaatkan keuntungan dari AI.
Kita melihat infrastruktur teknologi di kota besar sudah semakin baik, namun untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat bisa merasakan manfaat AI, infrastruktur ini perlu diperluas dan ditingkatkan. Misalnya, perusahaan seperti Kata.ai dan Bahasa.ai telah mengembangkan solusi AI dalam bahasa Indonesia, tetapi keberhasilan mereka sangat bergantung pada sejauh mana teknologi ini dapat diakses di seluruh penjuru negeri.
Jika kebijakan yang lebih inklusif dan program pelatihan yang relevan tidak diperkenalkan, maka adopsi AI bisa terhambat. Hal ini bisa memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi, di mana hanya segelintir orang dan perusahaan besar yang bisa meraih manfaat dari teknologi ini, sementara sebagian besar masyarakat Indonesia tertinggal.
Indonesia memiliki potensi besar untuk merevolusi ekonomi dan sosialnya melalui AI, tetapi tantangan besar seperti ketergantungan pada layanan gratis, akses terbatas, kesenjangan keterampilan, dan resistensi sosial harus diatasi terlebih dahulu. AI yang bergantung pada pendanaan investor dan beralih ke layanan berbayar berpotensi menurunkan adopsi AI di kalangan masyarakat berpendapatan rendah.Â
Agar AI dapat mengubah Indonesia secara menyeluruh, perlu adanya pendidikan digital yang luas, regulasi yang jelas, dan akses yang lebih merata ke teknologi ini. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi AI dan mencapai visi Inventing Indonesia 4.0 yang inklusif dan berkelanjutan.
Skenario Masa Depan
Berdasarkan landskap tantangan dan masalah itu ada tiga skenario masa depan AI di Indonesia yaitu skenario optimis, moderat, dan pesimis.
Skenario Optimis: "Indonesia AI 4.0 Bangkitnya Nusantara Digital"
Dalam skenario ini, Indonesia dikenal sebagai pusat inovasi AI di Asia Tenggara. Pemerintah berhasil menerapkan kebijakan pro-AI yang inklusif, memperkuat sektor pendidikan, serta menyediakan subsidi untuk adopsi teknologi di UMKM dan korporasi besar. Langkah ini didukung oleh gelombang global open-source AI yang memungkinkan akses gratis bagi individu dan bisnis kecil.