Dalam teknik cladistics, misalkan E dan F memiliki kesamaan lebih dekat daripada dengan C maka dikatakan bahwa E dan F memiliki nenek moyang yang sama yaitu D. Masalahnya D itu seringkali bukanlah spesies riel yang ada catatan informasinya dalam bentuk fosil ataupun organisme hidup, tapi cuma asumsi. Lalu spesies asumsi D dianggap mempunyai banyak kesamaan dengan C, maka disimpulkan bahwa C dan D mempunyai nenek moyang yang sama yaitu B. Masalahnya juga, spesies B pun sering kali bukan spesies nyata dalam bentuk fosil ataupun organisme hidup, tapi cuma spesies asumsi saja. Terus seperti itu.
Teori Evolusi Darwin dan Pohon Evolusi yang dihasilkannya lebih banyak didasarkan kepada asumsi ketimbang fakta biologi berupa fosil ataupun organisme hidup.
Evolusi Clades Hominid
Dalam pohon evolusi Homo Sapiens bersaudara dengan Homo Neanderthal, sehingga dimungkinkan adanya orang tua yang sama. Tapi orang tua yang dimaksud tidak ada dalam bentuk fosil maupun mahluk yang masih hidup. Kita sebut saja spesies asumsi ini sebagai Z. Kemudian didapati bahwa Z ini berdekatan secara evolusi dengan Homo Erectus, sehingga dimungkinkan mereka memiliki leluhur yang sama, tapi leluhur yang sama itu tidak ditemukan fosilnya. Kita sebut saja leluhur asumsi ini sebagai Y. Kemudian Homo Habilis ditemukan mempunyai kemiripan dengan Y sehingga mempunyai leluhur yang sama yaitu Austalopithecus Africanus. Australopithecus Africanus bersaudara dengan Austalopithecus Garhi, sehingga seharusnya mempunyai orang tua, tapi tidak ada fosil yang menunjukkan eksistensi leluhur bersama mereka itu. Spesies ini kita sebut saja sebagai X. X ini kemudian mempunyai kemiripan dengan Paranthropus Aethiopicus. Paranthropus Aethiopicus kemudian menghasilkan keturunan evolusi berupa Paranthropus Robustus dan Paranthropus Bosei. X dengan Paranthropus Aethiopicus mempunyai leluhur yaitu Austalopithecus Afarensis yang merupakan kelanjutan dari Austalopithecus Anamensis. Austalopithecus Anamensis ini bersaudara dengan Ardephithecus Ramidus yang mempunyai leluhur bersama yaitu W. W ini bersaudara dengan Simpanse. Sementara Simpanse tidak mempunyai percabangan sejak 5 juta tahun lalu.
Kita lihat dari clades ini saja ada 4 spesies leluhur asumsif yang menghubungkan Simpanse dengan Homo Sapiens.
Jika spesies asumsi itu ditiadakan, maka Homo Sapiens, Homo Neanderthal, Homo Erectus, dan Homo Habilis merupakan pohon evaluasi yang berbeda. Jika demikian maka Homo Sapiens tidak terhubung sama sekali dengan Simpanse dan tidak pula dengan Hominid mana pun. Sedangkan Simpanse pun tidak terhubung dengan Hominid mana pun karena merupakan pohon evaluasi yang berbeda.
Filogenetik Paus
Mamalia ini merupakan mahluk terbesar sampai saat ini yang berevolusi mengambil bentuk seperti ikan, seolah-olah model anatomi ikanlah yang paling tepat untuk kehidupan di dalam air. Pilihan anatomi untuk hidup di air terutama di air dalam sangat terbatas yaitu mengambil bentuk ikan. Padahal jika evolusi divergen yang dikombinasikan evolusi regresif dan evolusi kontinyu bekerja dengan baik dan saling sinkron, maka seharusnya opsi anatomi untuk hidup di air semakin banyak.
Paus berkerabat dekat dengan Lumba-lumba dan Hiu. Paus menempati posisi sebagai konsumen tingkat pertama, setara dengan ikan-ikan kecil yang juga mengkonsumsi plankton. Sedangkan Lumba-lumba berada pada posisi sebagai konsumen tingkat kedua. Walaupun begitu, Paus bukan mangsa dari Lumba-lumba. Sedangkan Hiu adalah konsumen tingkat ketiga yang jaring-jaring makanannya memungkinkan dia memangsa Lumba-lumba. Ini artinya dari perspektif rantai makanan urutan kemunculannya adalah Paus, Lumba-lumba, dan terakhir Hiu. Sehingga dari segi ukuran tubuh, arah evolusi maju, mundur, dan maju lagi.
Clades Cetacea adalah clades yang paling insentif diteliti di samping clades hominid dan clades kutilang darwin.Â
Penelitian-penelitian itu berhasil membangun percabangan filogenetik yang panjang dan rumit. Bahkan lebih panjang dan lebih rumit daripada filogenetik Hominid dan Kutilang Darwin. Tapi sampai tahun 2022 pun clades ini masih kontroversial. Sayangnya sekian banyak penelitian tidak berhasil menemukan spesies peralihan yang definitif di setiap percabangan filogenetik yang ada. Penelitian yang ada tampak terbelenggu dengan mindset bahwa harus ada dan dihasilkan suatu pohon evolusi tunggal yang percabangannya runtut.