Jam tiga kurang lima belas menit, aku mengisyaratkan kepada teman-temanku bahwa aku akan pulang. Mereka mengangguk dalam kegelapan. Dengan derap kaki yang kupelankan, aku berjalan keluar dari bioskop, hanya untuk melihat derasnya hujan yang mengguyur di luar sana.
Ah, tidak apa. Aku hanya perlu berlari! Tanpa menggunakan perlindungan apa pun, aku berlari sekuatku, mencoba tuk mencapai rumah Mai sebelum tiga lewat sepuluh. Entah mengapa, aku berharap ban mobil ibuku gembos supaya ia tak sampai lebih dulu.
Setelah berlari selama berpuluh-puluh menit dan beberapa kali hampir terjatuh, aku dapat melihat gerbang rumah Mai yang terkunci. Hujan masih mengguyur dan aku bahkan tidak memikirkan apa yang akan diucapkan ibuku jika ia melihat bajuku yang basah kuyup ini.
Aku melihat jam yang menunjukkan pukul tiga lewat dua puluh. Aneh, mobil ibu tidak dapat kulihat di mana pun. Apa mungkin Ibu sudah sampai sepuluh menit yang lalu dan pergi karena aku tak kunjung keluar? Tapi tidak mungkin, Ibu selalu menungguku, mau itu sepuluh menit ataupun satu jam.
Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di depan gerbang rumah Mai, berlindung dari hujan yang tak kunjung berakhir. Mungkin, Ibu akan datang sebentar lagi. Mungkin, mobil Ibu benar-benar gembos? Mungkin.
***
Aku terbangun oleh suara mobil yang melintas di hadapanku. Ketika aku melihat ke arah mobil itu, aku melihat sekumpulan gadis remaja---teman-temanku. Di mana Ibu...? Bajuku mulai mengering. Sudah berapa puluh menit aku meringkuk di sini?
"Loh, Ava? Kok kamu masih di sini?" tanya Mai.
"Bukannya kamu sudah dijemput hampir sejam yang lalu?" Â Claris terlihat khawatir.
Butuh beberapa detik untukku memproses apa yang terjadi. Kulihat jamku, pukul 04:03. Aku ingat bahwa aku menunggu mobil ibuku untuk datang, namun ia tak kunjung datang. Entah mengapa, dadaku terasa sesak. Seakan-akan hal buruk akan terjadi, hal buruk sedang terjadi.
"Sepertinya ibuku tidak menjemput..." ucapku.Â