"Itu, itu ketika kamu yang jadi anak kelas enam. Bagaimana anak-anak kelas enam sewaktu kita masih ingusan? Setauku, mereka tidak seantusias dirimu", jelas Dana.Â
Mala sebenarnya ingin membantah. Seingatnya, dia pernah melihat salah seorang kakak kelas yang membaca sebuah buku. Dia yakin kalau itu buku novel. Pasalnya, sampul bukunya lebih familiar kepada sampul yang sering dirancang untuk buku novel. Tapi, dia tau kalau memaksakan ingatannya itu malah akan menyulut api yang lain.Â
"Aku ingat betul, kalau buku yang kita lihat di atas meja sewaktu itu adalah buku sejarah. Cuman, buku sejarah itu seharusnya bukan dibaca oleh kita. Tapi, dibaca oleh anak-anak kelas lima", jelas Dana.Â
"Kalau begitu, ada apa dengan buku itu? Kenapa akhirnya kita jadi tertarik, dan sampai mengakar akibatnya hingga saat ini?" Pertanyaan Mala ini disambut dengan pancaran memori di dalam benak Dana. Ketika mereka mendekati buku paket itu dan coba membuka isinya.Â
Dana hanya melihat tulisan dengan kerajaan-kerajaan. Suatu istilah yang tidak asing walau dirinya masih kelas tiga SD. Malahan, dirinya tergolong paling maju tentang pemahaman sejaran. Tayangan TV tentang sejarah yang rutin ditontonnya setiap malam Minggu menjadi penyebab utama. Selama ini, Dana selalu duduk di depan TV ketika tayangan tentang sejarah itu mengudara. Kebiasaan Dana ini bahkan dimaklumi secara mutlak oleh kedua orang tuanya. Mereka juga ikut nimbrung bersama Dana selama tiga puluh menit. Tidak ada inisiasi untuk mengganti kanal tayangan.Â
Tulisan tentang kerajaan-kerajaan membangkitkan gairah besar Dana untuk membaca. Dirinya sudah bisa membaca kala itu. Walaupun, dirinya masih dalam tahapan: Membaca kalau disuruh. Tapi, untuk momen itu, Dana membaca karena keinginan dirinya sendiri.Â
Mala, di sisi lain, tidak begitu aktif di momen itu. Dirinya hanya ikut-ikutan membaca sebab Dana melakukannya. Kalaupun dirinya ingin pergi keluar kelas, tapi keinginan tersebut urung dilakukan karena teman-temannya sedang shalat. Dibandingkan Dana, Mala hanya membaca secara sekilas. Seringkali, dia harus menunggu Dana selesai membaca satu halaman.Â
"Itulah awal dari perjalanan kita di dunia perbukuan", ucap Dana.
"Perbukuan? Aku pikir, itu berlebihan. Kita baru sekedar rajin membaca. Kita bahkan belum menulis sesuatu kalau bukan karena kebutuhan tugas".
"Tapi, Mala, dirimu sendiri sebenarnya juga ingin sesekali menulis, hmm, sesuatu yang hebat bukan?" Tanya Dana.
Mala diam sebentar. Kemudian, dia beranjak dan mengambil sebuah buku. Sejenis binder. Lalu, menampilkan buku tersebut kepada Dana.Â