Keadaan mulai sedikit lebih dingin, wajar, mentari sudah semakin tergelincir ke arah barat. Kali ini, atau lebih tepatnya, waktu yang seperti ini sangat cocok dimanfaatkan untuk pergi main-main ke luar. Perutku sudah kenyang dan juga aku sudah diberi izin oleh ibu untuk pergi ke luar sebentar. Jadi, apa lagi yang perlu aku khawatirkan?? Para penjahat?? Itu mustahil. Di kawasan kaya, sangat banyak tentara desa yang melakukan patroli di sana sini. Jadi, membuka celah untuk melakukan tindak kejahatan tetap dirasa cukup sulit.
"Hmm, bagusnya aku pergi ke mana ya??"
Menanggapi pertanyaan yang aku buat sendiri, sejujurnya aku lebih ingin melangkahkan kaki ku ini untuk mencari kebenaran dari insentif itu. Apa benar hal itu?? Kalau itu Cuma bohongan, rasanya kurang hajar sekali yang membuat berita bohong separah itu. Yang lebih kacau lagi, golongan kaya yang paling terdidik pun juga ikut-ikutan terkena getah dari rumor yang meresahkan itu. Jadi, pada intinya, aku harus menemui langsung seseorang yang sangat berkuasa di kawasan kaya ini.
Di dekat gerbang utama masuk desa, ada sebuah rumah yang sangat besar. Jika dibandingkan dengan rumah-rumah lain di kawasan ini, perbandingannya cukup jauh; rumah kami dapat dikatakan setara dengan rumah para kere sedangkan rumah yang besar itu bagaikan rumah kaya dengan ukuran sepuluh kali lipat. Di depan rumah itu, terdapat sebuah kantor pemerintahan kawasan kaya yang tidak kalah besar ukurannya. Kedua bangunan tersebut sering dianggap sebagai tempat suci bagi para orang kaya.
Siapa pemilik dari tempat itu?? Jawabannya sudah sangat pasti, siapa lagi kalau bukan keluarga King. Mereka adalah yang paling kaya di daerah ini. Kekuasaan mereka bahkan dianggap setara dengan lima tetua yang kebanyakan berasal dari golongan kere. Jadi, bisa dikatakan bahwa Keluarga King adalah penyeimbang dari kekuasaan Lima Tetua.
"Tapi, apa mereka ada di rumah ya?? Mereka kan tergolong kalangan yang sangat sibuk. Tapi, ya, mudah-mudahan saja mereka berada di tempat," pikirku.
***
Fiuuh, perjalanan yang lumayan ini, akhirnya terbayarkan juga. Sekarang aku berada di batas desa, sekaligus aku berada di depan rumah Keluarga King. Ingin cepat-cepat mengetuk pintu, akan tetapi, tubuh terasa begitu penat. Aku butuh sedikit istirahat. Beruntung sekali aku hari itu, setidaknya ada dua hal yang membuatku berpikiran demikian: pertama, ternyata Keluarga King berada di rumah. Kedua, di samping kantor pemerintahan terdapat sebuah kedai teh yang siap melayani para pengembara ataupun para golongan kaya yang ingin sesekali mencicipi hidangan kelas bawah.
Untuk menghilangkan penat, aku memutuskan untuk pergi ke kedai itu terlebih dahulu. Tentu saja, aku tidak bisa mengompromikan keadaan fisikku ini. Aku harus mengakuinya secara jujur, aku tidak sekuat para gadis apalagi para anak laki-laki lain. Setidaknya, aku harus mengisi sedikit lambungku ini.
"Permisi..." itulah yang pertama kali aku katakan. Ruangan dalamnya cukup luas, kira-kira terdapat 20 meja panjang di dalam sana. Di dekat pintu masuk, terdapat meja kasir yang sedikit lebih tinggi dari tubuhku. Para pekerja di sini, sejujurnya, berasal dari kalangan kere. Tempat ini adalah kepunyaan dari Keluarga King. Baik juga mereka ternyata.
Aku memutuskan untuk duduk di salah satu dari dua meja yang masih kosong, letaknya di bagian sudut kiri ruangan, paling sudut. Cukup aneh dan terkesan janggal, meja panjang dengan dua buah kursi panjang seharusnya bisa memuat sepuluh orang sekaligus. Akan tetapi, ini hanya untuk aku sendiri saja. Terlebih, di ruangan itu, hanya aku sendiri yang berasal dari golongan kaya. Sementara selebihnya adalah para pengembara yang antara baru datang ke negeri ini atau yang akan pergi melanjutkan perjalanan mereka.