Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Cantika

20 Desember 2018   09:05 Diperbarui: 20 Desember 2018   09:11 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan hari ini, sepertinya itu adalah rentetan hari ketidakberuntungan bagiku. Bagaimana tidak, aku yang biasanya selalu menjadi yang terbaik di kelas, pada ulangan terakhir, aku hanya sanggup berada di tingkat kedua. Sungguh tidak bisa diterima!! Apa istimewanya, maksudku apa hebatnya anak lain yang sekarang menempati tahtaku itu?? Perasan dia biasa-biasa saja. Bahkan, selama ini dia lebih banyak diamnya daripada berbicara. Tidak mungkin menurutku jika orang semacam itu bisa berubah dengan cepat. Apalagi kalau dia Cuma belajar semalamam suntuk saja.

Tidak berhenti sampai di situ, beberapa hari yang lalu, ahli dapur terbaik yang kami miliki mengundurkan diri. Aku sangat terkejut, bahkan sempat terperanjat. Ahli dapur itu beralasan bahwa dia ingin mengolah sawah sekarang. Loh, kok bisa seperti itu?? Padahal, selama ini aku sudah terbiasa dimanja dengan olahan makanan yang dia buat. 

Makanannya terasa begitu nikmat, bumbunya pas dan tidak pernah antara gosong atau masih mentah hasil masakannya. Kalau aku berharap sama makanan ibu, lebih baik, jangan deh. Ibu pernah sekali membuat makanan, seingatku semacam gulai. Dan hasilnya, sungguh berupa mimpi buruk di dunia nyata.

"Ibu, apa ibu ada rencana untuk membuat adek??" Hmm, mengapa aku menanyakan hal semacam itu, ya?? Apa aku masih sadar?? Dengan cepat, tangan kiriku yang sedari tadi menggenggam tangan kanan ibu, sekarang berada di mulutku. Ya, aku menutup mulutku dengan wajah yang penuh tekanan. "Oh tidak. Aku bicara apa, sih???" Keringat dingin mengucur dengan sangat deras. Aku, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Otakku terasa kosong, tidak ada pikiran. Lebih dari itu, aku tidak berani sedikitpun mengangkat wajahku ke arah ibu. Takut!!! Aku sangat takut.

"Ya, bersabar aja dulu. Sekarang belum ada waktu antara ibu sama bapak kamu buat begituan. Jangan mendesak begitu. Ketika kamu sudah dewasa dan diliputi oleh berbagai kesibukan, kelak kamu juga akan mengerti." Tandas ibuku.

"Iya, Bu." Hanya itu, hanya itu yang bisa aku katakan. "Syukurlah! Ibu tidak terlalu marah."

***

"Hey, lihat!!! Nyonya dan puteri Cantika sudah kembali. Segera persiapkan hidangannya. Segera rapikan meja makan itu!!!"

Kata-kata itu lah yang sempat aku dengar ketika kami masih berada di luar. Entah darimana pembantu itu mengetahui bahwa kami sudah kembali. Pasalnya aku lihat, hampir semua jendela tertutup. Apa dia punya ilmu sihir??

"Bu, aku mau pergi ke rumah pak guru Mul dulu ya. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan," pintaku. Ibu hanya menangguk-angguk, lagi. Kekesalanku memuncak kali ini. Aku tahu, sangat tahu, kalau ibu itu memang agak jutek orangnya sama anggota keluarga sendiri. 

Bagiku, semua keramahtamahan yang dia tampakkan kepada orang banyak hanya sekedar topeng. Dia kan ingin jadi terkenal di hadapan semua orang. Masalah angguk-angguknya barusan, aku benar-benar marah karena dia sedang asyik berbicara (gossip?) dengan ibu-ibu lain. Aku tidak tahu, apakah dia mendengarkan perkataanku atau tidak. Sungguh menyebalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun