"Hey, kenapa kamu mau menjual banyak karung tomat segara sama si Nyon miskin itu?? Apa dia sanggup membayar lunas?? Meski kedai sup tomat rendahannya itu selalu laku, tentu tidak mungkin penghasilannya bisa disamakan dengan golongan kita ini. Jujurlah, apa si Nyon itu membayar kontak??"
"Tentu tidak!!! Sampai sekarang saja, si Nyon busuk itu telah berhutang dua ribu lembaran kertas negara kepada kami. Mengerikan bukan??? Tapi, itu tidak masalah. Kami akan memberi waktu sampai angkanya benar-benar tidak bisa ditolerir lagi. Setelah itu, kami akan merebut kedai sup tomatnya itu. Kemudian kami mengusirnya. Setelah itu, kedai itu akan menjadi milik kami. Kami tinggal melanjutkan apa yang telah susah payah didirikan oleh nenek tua itu. Hahaha."
Itulah beberapa transkrip percakapan yang berhasil aku tangkap. Tidak mungkin!!! Apa ibu selicik itu orangnya??? Ah, sudahlah. Aku tidak mau memikirkan perkara orang dewasa dulu.
Rumah pak guru Mul, sebenarnya tidak begitu jauh dari tempat tinggalku. Cukup berjalan kaki selama lima menit, dan sampailah. Rumahnya terkesan sederhana, jika dikomparasikan dengan gaya-gaya rumah yang lazim ditemui di perumahan kaya ini. Rumahnya hanya berupa satu ruangan yang mencakup semua, atapnya dari jerami dan terdapat beberapa bunga di depan rumahnya.Â
Aku suka berada di sana. Selain jauh dari perbincangan tidak berguna, rumah itu juga penuh dengan buku-buku. Setiap kali aku ke sana, Pak Mul selalu mempersilahkan aku membaca beberapa koleksi bukunya. Lebih dari itu, terkadang aku juga diperolehkan membaca beberapa karangan yang dia buat berkaitan dengan kejadian-kejadian di desa TarukoPedang ini.
"Pak Mul, Pak Mul!!! Apa Anda ada di rumah???"
Tidak ada respon. Mungkin saja Pak Mul sedang ada keperluan di luar. Tapi, tentu aku harus mencoba memastikan dua kali lagi. "Pak Mul, Pak Mul!!! Apa Anda ada di rumah???" dan sekali lagi tidak ada respon. Asaku mulai pupus. Akan tetapi, di pengharapan terakhir, aku mencoba sekali lagi, "Pak Mul, Pak Mul!!! Apa Anda ada di rumah???"
"Apa yang kamu lakukan?? Aku berada di luar sedari tadi. Beruntung aku pulang di saat yang tepat. Kalau tidak, tentu, kamu akan pulang dengan rasa sedih yang luar biasa." Ah, suara itu, itu adalah suara Pak Mul. Aku kaget ketika melihat beliau berada di samping kiriku. Tidak terlalu dekat sih, kira-kira berjarak 100 meter. "Syukurlah!! Saya kira saya akan pulang dengan tangan kosong tadinya."
"Jangan berkata seperti itu. Ayo, silahkan masuk. Ada keperluan apa datang hari ini?? Hmm, entahlah. Lebih baik diceritakan di dalam. Kalau di luar sini, takutnya tumpukan batu atau kerumunan semut akan menafsirkan berbeda."
"Baik, Pak. Tapi, tentu saya tidak bisa masuk sekarang. Pintu rumahnya masing terkunci. Dan, kuncinya ada sama bapak!!!"
"Tentu!! Ini kuncinya."