"Ih, masa tamu tidak disuguhi. Sudah kopi saja, ya. Biar sama dengan bapaknya," kata istri saya lagi seraya beranjak pergi.
"Bagaimana, Mang? Mau dilanjutkan?" tanya saya setelah kami kembali berduaan.
Ia tidak menjawab. Kepalanya melongok ke ruang tengah. Dan saya maklum. Bisa jadi takut istri saya ikut nguping. Â
"Bolehlah. Kita tunggu dulu sampai istri saya selesai membuat kopi. Kebetulan diapun ada kesibukan sendiri. Biasa. Nonton sinetron pavoritnya," kata saya agar tamu bisa tenang kembali.
Untuk sesaat kami ngobrol ngalor-ngidul. Sambil menunggu istri saya muncul. Untuk menyuguhkan kopi, tentu saja.
Hanya saja kelihatannya tamu saya kurang bergairah. Bisa jadi pikirannya terpusat pada permasalahan yang sedang dihadapinya. Sehingga obrolan kami pun untuk sesaat terasa hambar. Betapa tidak, ia hanya menjawab ya dan tidak saja. Terkadang sekedar mengangguk dan menggelengkan kepala.
Untung saja istri saya muncul. Sambil menaruh gelas di atas meja, istri saya mempersilahkan tamu kami untuk meminumnya.
"Terima kasih, Bu. Tapi minumnya nanti sebentar lagi, Bu. Kelihatannya masih begitu panas. Kalau langsung diminum, bisa-bisa bibir saya melepuh," kata tamu saya sambil ketawa.
Mang X menghela nafas saat istri saya beranjak meninggalkan kami. Kami saling bertatapan.
"Sebentar. Saya ambil rokok dulu," kata saya sambil bangkit dari duduk dan beranjak menuju ruang tengah. Sekalian untuk memastikan istri saya, apa mau menguping pembicaraan kami, atawa memang tak peduli.
Memang benar, istri saya sudah duduk di ruang tengah sambil menghadapi layar televisi. Sehingga aman bagi tamu kami untuk mencurahkan isi hatinya hanya kepada saya sendiri.