Sebenarnya kalimatku belum selesai, bang Ricko langsung berbicara kembali.
“Bagus, oke itu saya yang ingin saya sampaikan. Besok pukul 16 sudah ada dilapangan, kita biasanya berlatih setelah sholat asar, jangan terlambat dan jangan menjilat ludah sendiri,” bang Ricko berbicara seolah – olah penegasan, dan aku pun terdiam.
“Sip, kami pergi dulu ya guh. Sampai bertemu besok dilapangan,” bang Ricko, Soleh dan Fitri meninggalkan ku di ruang OSIS, akupun masih terdiam, seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
***
Keesokan harinya, setelah kegiatan belajar mengajar selesai aku menemui bang Ricko di lapangan. Jujur, aku sebenarnya tidak suka menjadi petugas upacara, tetapi siapa yang bisa menolak bang Ricko, selain ia ketua Paskibra sekolah ia pun sang juara di kegiatan akademik.
“Sore bang,” sapa ku kepada bang Ricko.
“Eh…Tangguh. Alhamdulilah,” silakan bergabung.
Aku pun langsung bergabung bersama teman teman Paskibra lainnya, yang sebagian besar aku mengenalnya. Bang Ricko terlihat sedang berbicara dengan temannya, Malik.
“Lo yakin mau menugaskan Tangguh menjadi pengibar bendera di hari Senin depan, “ tanya Malik kepada bang Ricko.
“Yakin dong, lo kan tahu guwa lik,” jawab bang Ricko.
“Yah..guwa berharap, keyakinan lo benar. Mulia memang, kalau kita berhasil merubah paradigmanya, tetapi ini terlalu cepat,” sambut Malik.