“Loh, kamu ini bagaimana toh Rick. Seperti ini pak, anak muda jaman sekarang kalau punya ide dan gagasan, sudah taku ditolak dulu. Padahal belum tentu, bisa saja ide nya bisa menjadi solusi untuk permasalahan yang pelik,” tambah bu Emil menyemangati.
Ricko pun mulai mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui pak Bandi dan bu Emil, ia memakarkan idenya walaupun dengan kurang percaya diri. Pak Bandi dan bu Emil mendengarkan dengan penuh hikmat, walau terkadang mata pak Bandi menatap tajam Ricko ketua Paskibra sekolah.
“Apa, kamu serius. Ini tidak bercandakan,” tanya pak Bandi dengan keheranan.
“Kamu tahukan, siapa itu Tangguh Saputra lalu kamu tahu juga kan bagaimana ia selalu bersikap buruk saat upacara bendera ?” telisik pak Bandi, seperti seorang polisi yang sedang membuat BAP.
“Iya pak, saya kenal Tangguh. Maka saya punya ide demikian, untuk membrikan ia amanah untuk mengibarkan bendera merah putih di hari Senin. Mungkin dengan cara ini ia akan lebih menghargai upacara bendera,” jawab Ricko dengan mantab.
“Rick, kama sadar apa yang kamu bicarakan ? Tim Paskibra sekolah kita yang terbaik loh, tim kamu itu bukan tim sembarangan, kamu yakin dengan rencanamu ini, kamu sama saja mempertaruhkan nama besar paskriba sekolah loh Rick, tim kamu,” tanya bu Emil menelisik.
“Saya sadar bu, mudah mudahan dengan cara ini, Tangguh berubah, menjadi lebih menghargai dan menghanyati upacara bendera,” jawab Ricko.
“Tim kamu bagaimana, mereka setuju ? atau kamu belum menyampaikan kemereka ?” telisik pak Bandi.
“Sudah pak, walau ada yang setuju dan tidak setuju. Namun resiko itu tetap saya ambil,” jawab Ricko dengan yakin.
Pak Bandi dan bu Emil saling bertatapan, mereka antara percaya dan tidak dengan ide yang disampaikan oleh Ricko ini.
“Ya sudah, ibu dan bapak mengijinkan kamu melakukan ide ini, walaupun kami ragu, tetapi usahamu untuk merubah adik kelasmu itu kami ijinkan dan semoga berhasil,” seru bu Emil dengan perasaan yaris tidak percaya.