“Andai saja kau lahir bukan di Malam Jum’at Kliwon….”
Pembicaraan terhenti. Kembali hening cukup lama. Hanya bau kemenyan terasa. Dari asap rokok yang dihembuskan kuat oleh lelaki setengah baya.
“Kenapa seandainya aku lahir bukan di Malam Jum’at Kliwon?” Pancing Purwa.
“Banyak kejadian yang akan lebih kau rasakan. Dan itu akan sangat menyakitkan”
Purwa berdiri. Dia kembali ingat pesan kakeknya yang sepertinya nyambung dengan apa yang dikatakan lelaki setengah baya. Kakeknya pernah berpesan untuk berhati-hati jika ingin mengerjakan sesuatu di satu tempat. Karena ada makhluk tak kasat mata. Mereka menjalani hidup seperti yang manusia jalani.
Namun yang membuat Purwa lebih ingat, kakeknya pernah bilang bahwa orang yang lahir di Malam Jum’at Kliwon “disungkani” makhluk gaib. Mereka enggan secara langsung menggoda apalagi menyakiti secara fisik.
“Sudah kau temukan jawabannya anak muda?”
“Ya” Jawab Purwa pendek, sembari duduk sejajar lagi dengan lelaki setengah baya.
“Baiklah kalau begitu. Aku mohon pamit. Tolong kau jaga barang pada bungkusan di samping kirimu”
Purwa segera menoleh. Ada bungkusan kain putih. Bersih dan rapi serta diikat seutas tali warna merah. Purwa segera menatap lelaki setengah baya. Namun, kembali hilang tak tampak lagi batang hidungnya.
Perlahan Purwa membuka bungkusan. Sebilah keris tidak terlalu panjang terlihat. Berukuran sedang. Hanya tiga “luk” dihiasi kepala naga tanpa badan di dasar bilah keris. Sedangkan bilah keris memiliki pamor garis-garis serupa “banyu mili”.