Sumber : IMF - Commodity Prices
Dengan indeks korelasi -0,6 untuk komoditas non energi dan -0,5 untuk komoditas energi (minyak bumi, gas, dan batubara), ditunjukkan bahwa penurunan harga komoditas menyebabkan depresiasi nilai tukar IDR terhadap USD. Dengan indeks korelasi negatif, kenaikan harga komoditas berpotensi meningkatkan nilai tukar atau apresiasi IDR terhadap USD. Tetapi sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dunia, yang dalam proyeksi IMF berada pada rentang 3,2-3,4% untuk 2015 dan 2016, pemintaan belum akan meningkat sehingga harga komoditas belum akan naik.
Pertumbuhan perekonomian dunia yang rendah dan penurunan harga (deflasi) komoditas menyebabkan turunnya penerimaan di negara yang mengandalkan komoditas termasuk energi. Kondisi ini berdampak pada negara industri yang ekspornya akan stagnan atau bahkan mengalami penurunan. Hal yang sama akan terjadi juga pada ekspor produk Indonesia hasil olahan dan komoditas.
Kondisi ini merupakan "Deflationary Spiral" global yang berdampak pada penurunan ekspor dan pendapatan. Â
Intervensi, Inflasi, dan Investasi
Dalam dinamika perekonomian global dengan kondisi Strong USD, Deflasi Komoditas, dan stagnasi ekspor yang juga dialami perekonomian Indonesia, tidak layak berharap terjadi penguatan mata uang Rupiah terhadap USD. Juga ekspektasi pelemahan USD (debasement) berpotensi munculnya tindakan balasan ("counter strategy") melalui devaluasi mata uang atau model lain dari "Currency Wars".Â
Sejalan dengan rencana peluncuran Paket Stimulus ketiga, muncul desakan penurunan harga BBM dan suku bunga kredit. Banyak pihak meyakini penurunan harga BBM akan membuat nilai tukar menguat. Demikian juga penurunan suku bunga acuan BI akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit investasi dan modal kerja. Desakan ini terkesan merupakan intervensi atau campur tangan terhadap independensi Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter khususnya dalam mencapai target inflasi 4% +/- 1%. Dalam tulisan Inflasi Negatif dan Ancaman Deflationary Spiral, telah diberikan kajian bahwa ancaman deflasi yang justru lebih besar.
Dalam kondisi deflasi global dan domestik, pertumbuhan ekonomi hanya mungkin terjadi jika output untuk pasar domestik dapat bertumbuh dan juga terjadi peningkatan permintaan. Pertumbuhan pada pasar domestik akan mewujud jika sektor produksi terus beroperasi dan investasi bertambah. Prasyaratnya dukungan kredit perbankan dengan suku bunga menarik.
Bank Indonesia pasti paham akan situasi ini dan tanpa menunda akan mengeluarkan jurus yang elegan
Â