Â
Inflasi Negatif dan Ancaman Spiral Deflasi
Pengumuman BPS pada 1 Oktober 2015 tentang angka inflasi sebesar minus 0,05% dan inflasi tahun berjalan 2015 sebesar 2.24% layak disambut dengan rasa syukur dengan memberikan apresiasi bagi Bank Indonesia, pemerintah serta para pelaku ekonomi. Angka inflasi tersebut dapat terjadi sebagai buah perbaikan dari sisi persedian dan sistem distribusi dan logistik atas barang-barang kebutuhan; tetapi dapat juga dipandang dari penurunan permintaan akibat daya beli masyarakat turun.
Penurunan harga atau inflasi negatif (disinflasi) juga bukan kabar baik bagi dunia usaha yang banyak pelakunya tengah mengalami Resesi Neraca. Dalam situasi disinflasi yang berkepanjangan akan berdampak pada penurunan penerimaan dunia usaha yang memaksa untuk melakukan pengetatan dan dampaknya pada tenaga kerja. Siklus tersebut adalah Deflationary Spiral digambarkan seperti pada chart di bawah ini.
Kondisi perekonomian yang mengalami tekanan pada permintaan (atau kelebihan persediaan) dan penurunan harga, nilai tukar yang bergejolak (dalam kondisi perekonomian Indonesia berupa depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika), dan pada sisi pendanaan suku bunga pinjaman tinggi merupakan Trilema Deflasi.
Kondisi perekonomian Indonesia yang tengah mengalami tekanan penurunan pertumbuhan (disebut resesi), program stimulus telah diluncurkan dengan tujuan mendorong sektor industri untuk mempertahankan aktivitas produksinya bahkan diupayakan peningkatan Dengan demikian, tenaga kerja dapat terus mendapatkan upah untuk pemenuhan konsumsi. Sejalan program stimulus, dilakukan perbaikan dari sisi regulasi (sering disebut deregulasi) untuk memberikan kemudahan dalam usaha dan menarik minat bagi penanaman modal dari luar (Foreign Direct Investment, lihat artikel : Bukan FDI tetapi Utang Publik).
Â
Inflasi Negatif dalam tekanan Depresiasi dan Deflasi Komoditas
Grafik berikut ini memberikan gambaran inflasi dengan nilai tukar dan juga dengan kondisi harga komoditas di pasar global.