Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tumbal Arwah Jelangkung (1)

14 Februari 2016   18:58 Diperbarui: 10 April 2016   19:11 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

                Lina tak sengaja melihat seorang wanita sedang dipukuli dan disiksa tiga wanita. Kondisi wanita itu begitu memprihatinkan. Matanya sembab. Seragam SMA yang dikenakan kumal. Rambut panjangnya awut-awutan. Pemandangan miris itu membuat hatinya tergerak. Dia segera berlari menuju lokasi untuk menghentikan perbuatan mereka. Setibanya di sana, Lina mencoba melerai tapi mereka tak menghiraukannya. Bahkan, tak memperdulikan sekalipun Lina berteriak di depan mereka. Mereka bertiga terus saja menyiksa perempuan itu lalu menusukkan pisau ke perut perempuan malang itu.

                “Hey, kenapa kalian membunuhnya?! Jawab aku!“ pekik Lina.

                Mereka kelihatan panik dan berlari meninggalkan perempuan itu. Lina sedari tadi hanya bisa menyaksikan perempuan itu dibunuh. Ia hendak mendekati mayat perempuan itu. Saat didekati, sepasang bola mata perempuan itu terbelalak. Lina terperanjat. Dan tak kalah mengerikan, dia berdiri tegak menatap dingin dan penuh amarah pada Lina dengan kondisi pisau masih menancap di perut.

                “Kamu! Kenapa kamu tak mencegah mereka?!“

                “A-a-aku su-sudah me-mencoba me-menolongmu tapi  mereka tapi memperdulikan omongku,“ jawab Lina terbata-bata. Ia tak mampu menahan gemetar kengerian yang menyergap dirinya.

                “Bohong! Aku tidak percaya! Kau juga harus mati!“

                “ Ja-jangan... Jangan bunuh aku... Aku tidak melakukan apapun kepadamu... Tolong jangan bunuh aku... Kumohon!“ jerit Lina sambil memohon agar dia tak membunuhnya.

                “Tidak! Kau harus menerima hukuman atas perbuatanmu! Hahahaha!“ perempuan menatap Lina beringas seraya mengeluarkan tawa menggelegar.

                Lina mencoba memundurkan kakinya. Ia ingin berlari ke mana saja asal dirinya terbebas dari maut. Namun sial. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti. Badannya membeku bagai patung. Tak ada yang bisa dilakukannya. Dia tetap saja tak bisa menggerakkan badannya, sedikitpun. Hanya ada peluh dan tetes air mata di sudut pelupuk mata. Berharap Tuhan menolong dirinya.

                Ternyata salah besar. Keadaan Lina yang tak berdaya, malah membuat perempuan itu senang. Ia tertawa lebar seolah-olah mangsanya sudah siap untuk dieksekusi. Dicengkramnya leher Lina kuat sehingga napasnya sesak.

                “To-to-long...“ gumamnya terputus-putus. Ia tak bisa berbuat banyak untuk melepaskan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun