Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Teror Pemangsa Janin (Bagian 3)

22 September 2024   06:21 Diperbarui: 8 Desember 2024   10:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover: Laviola Designmax

Tampak di hadapan Mirda seorang perempan tua berkerudung, pakaiannya rapi dan kulitnya bersih. Bukan sosok bayangan hitam, mengerikan dengan tangan tampak menjijikan.

"Neng tadi melamun deh, ini teh sudah mau masuk maghrib, sebaiknya Neng Mirda mampir ke rumah Nyai aja, ujar Nyai Ipah sambil tersenyum ramah.

"Mang Dadang  sependapat dengan ucapan Nyai  Ipah dibujuknya istri sahabatnya itu supaya ikut ke rumah  orang yang dituakan di kampung tersebut. Apalagi hari sudah tampak kian gelap, sementara Aran belum juga muncul menjemput istrinya.

"Tidak baik Neng, ibu hamil di luar rumah pas maghrib begini," bujuk Nyai sambil merangkul Mirda.

Betul Uni, sebaiknya Neng Mirda ikut ke rumah Nyai Ipah.  Nanti kalau Bang Aran sudah kemari biar Mamang suruh susul, pinta Mang Dadang sambil mengangkat sebuah tas mewah yang tergeletak di samping kursi yang sudah diduduki kembali oleh Mirda.

Perempuan yang tengah hamil tujuh bulan itu memandang jauh ke pertigaan jalan. Suasana jalan seperti maghrib pada hari-hari sebelumnya tampak sepi.  Pandangannya dipertajam ke ujung jalan, tapi tidak juga muncul sosok suaminya.

"Bang Aran tadi bilang mau siapkan kamar buat Uni. Tapi kalo Mamang bilang mah belum beres.  Masih lama Uni, ujar Mang Dadang seakan membaca pikiran Mirda.

Kumandang shalawat anak-anak di masjid pertanda waktu salat maghrib segera menjelang. Nyai Ipah memutuskan memaksa Mirda ikut ke rumahnya. Perempuan tua itu khawatir terjadi lagi hal buruk pada Mirda apabila masih berada di situ. Apalagi ketika diingatnya soal makam terbelah di belakang rumah kontrakan Aran dan Mirda.

Bersambung.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun