"Kenapa banyak yang salah mengartikan kepasrahan?" tanya Pak Kiai.
"Karena manusia sering malas untuk mendalami pengetahuan tentang kehendak Allah, dan mereka makin terasing dari tanda-tanda kehadiran-Nya. Namun, dalam kegelapan, manusia bisa mulai memahami makna cahaya."
"Cahaya Islam. Apa itu sebenarnya?" Pak Kiai bertanya.
Santri kedelapan menjawab, "Pertama-tama adalah ilmu pengetahuan. Allah mengajari Adam nama-nama benda, yang menjadi awal mula pendidikan intelektual. Ini kelak direkonstruksi oleh wahyu pertama Allah kepada Muhammad, yakni *iqra'* (bacalah). Itulah cahaya Islam, karena agama ini diberikan kepada manusia, makhluk yang memiliki pikiran dan akal."
Pak Kiai menanggapi, "Pikiranmu cukup baik. Cahaya Islam tentu tidak dapat dihitung jumlahnya, dan tidak bisa diukur seberapa luas atau tingginya. Kita memerlukan tinta sebanyak tujuh lautan lebih untuk menggambarkannya. Apakah kau siap jika aku bertanya tentang sebagian kecil dari kilauan cahaya tersebut?"
"Siap, Kiai," jawab santri itu.
"Setelah Adam, apa yang kau dapatkan dari Idris?"
"Awal mula rekayasa teknologi."
"Dari Nuh?"
"Keingkaran terhadap ilmu dan kekuasaan Allah."
"Hud?"
"Kebangkitan menuju peradaban yang tinggi dan teknologi canggih."