Perempuan itu melenguh. Badannya berbalik dan langsung ancang-ancang naik ke pagar pembatas jembatan lagi.
“Heit! Sebentar, Mbak! Jangan terburu napsu begitu. Mari kita bicara,” kata Marsudi. Lalu tanpa canggung lagi, mengangkat tubuh mungil perempuan itu dan membantingnya ke aspal. Perempuan itu mengaduh dan menjerit-jerit histeris. Tangan dan kakinya memukul dan menendang-nendang membabi-buta. Marsudi sampai terpaksa memitingnya.
“Lepasin! Aku mau mati saja, dasar Setan!” begitu katanya berkali-kali dalam pitingan sampai Marsudi bosan.
“Mbaknya yang harus tenang dulu. Kalau sudah tenang, baru saya lepas,” bujuk Marsudi. Entah lelah entah luluh dengan bujukan itu, perempuan itu akhirnya berhenti mengamuk. Tapi dia masih menangis dan menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Marsudi saat lelaki itu melepaskan pitingannya.
“Mbak mau bunuh diri?”
“Iya.”
“Kenapa?”
“Karena kepingin mati,” jawab perempuan itu setelah lama diam mencari alasan.
“Kenapa kepingin mati?”
“Karena sudah bosan hidup.”
“Kenapa bosan hidup?”