Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rumah di Dekat Jembatan Bunuh Diri

14 Desember 2015   21:11 Diperbarui: 14 Desember 2015   21:47 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Jam aja nggak bawa apa lagi hape.”

Marsudi tetap tabah, hanya mengulurkan tangannya ke belakang untuk memunguti serpihan-serpihan essen itu dari punggungnya.

“BBM? BBM?”

Sekelumit kepala ikan wader nyemplung ke cangkir kopi Marsudi.

“Kan saya sudah bilang nggak bawa hape.”

Mulai emosi, Marsudi menghabiskan sisa kopi dalam cangkirnya sekaligus kepala ikan tadi dalam sekali tenggak lalu menggigit dan mengunyah cangkir tersebut.

“Memangnya blekberi itu hape?” kata orang itu sambil akhirnya ngeloyor pergi.

Marsudi tak peduli. Begitulah tabiatnya. Kalau sudah asyik, ibaratnya ada meteor jatuh dari Jupiter di dekat kakinya juga bakal cuma dikibas kaya ngibas lalat. Dan begitu terus berhari-hari. Semakin meningkat derajatnya pula. Yang tadinya hanya dari pagi sampai siang, meningkat jadi pagi sampai sore, sampai malam, sampai pagi lagi dan akhirnya dia jadi jarang sekali pulang. Mentang-mentang rumahnya dekat, hanya sekitar sepelemparan batu saja dari tempat favoritnya itu sehingga dia semakin tenggelam dalam keasyikannya.

Istrinya tentu saja jadi marah-marah tiap hari, bahkan sering sengaja menyusulnya untuk mengingatkan sehingga tidak jarang pula terjadi pertengkaran di antara mereka. Yang satu ingin suaminya pulang, yang lain ingin istrinya tidak menyuruh suami dari istrinya itu pulang. Rumit. Tapi ujung-ujungnya Marsudi tetap tak peduli. Dan itulah faktor yang membuat istrinya lalu memutuskan untuk meninggalkannya.

“Aku dan anak-anak mau pulang ke rumah Ibu, Pak! Terserah sekarang situ mau ngapain, aku nggak peduli!” berteriak istri Marsudi dari atas pembatas jembatan di suatu sore yang lembab. Rupa-rupanya dia sudah tidak kuat lagi. Bayangkan saja, dalam kondisi terpuruk, suaminya itu malah membiarkan diri semakin terpuruk, bukannya mencoba mencari jalan untuk bangkit. Daripada dia makan hati setiap hari, mending pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa anak-anak. Setidaknya dia berharap suaminya itu nanti bisa sadar dan menjemput mereka. Harapan yang akan sia-sia.

“Lha?” cuma itu tanggapan Marsudi dari spot favoritnya. Bengong melihat istrinya sudah menenteng tas besar sambil menggandeng dua anaknya. Lalu hanya sekejap kemudian, mereka sudah lenyap dibawa angkutan umum yang lewat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun