Ia menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Ketika Mozaid menunjukkan kepalanya ke permukaan, sang kapten menyelam dengan cepat, membuatnya tepat berada di bawah perut si ikan paus.
Dengan sekuat tenaga, ia menghujamkan tombak menembus kulit tebal Mozaid. Hewan itu meronta liar, berusaha menghempaskan Eugene dari tubuhnya.
Meski terseret oleh amarah si ikan paus, Eugene tak ingin melepaskan genggaman tangannya dari tombak. Tak lama kemudian, Mozaid melemah. Ekornya kini tak lagi menggila hingga akhirnya ia tak lagi bergerak.
Sang kapten melemaskan tangan lalu berenang ke depan wajah musuhnya. Ia tersenyum puas melihat hewan itu tak lagi bernyawa. Ia  me_Â
Mozaid menyerbu kearahnya. Kaget, Eugene mengayunkan tangannya berusaha menghindar. Namun hewan itu seperti tak lagi menghiraukan keberadaan sang kapten.Â
Siripnya tertatih, terayun pelan kedepan. Rasa penasaran membuat Eugene berenang mengikutinya.Â
Hati sang kapten seperti disayat belatih ketika ia melihat kemana hewan itu menuju serta siapa yang menunggunya.
Seekor anak paus, seorang putri berenang riang menyambut Mozaid. Paus kecil itu berputar-putar mengelilingi tubuh sang ibu yang mengambang tak bergerak.Â
Sesekali ia mendorong tubuh ibuda, tak mengerti mengapa ia tak menjawab rintihan nya.
"Oh tidak, apa yang sudah kulakukan?"
Eugene tak kuasa menahan air mata. Hari ini ia telah menjadi seperti sang ayah, seorang monster berdarah dingin yang merenggut anak dari ibunya.Â