Mungkin, solusi terbaik bukanlah menghapus PR sepenuhnya, tetapi merombaknya menjadi lebih bermakna.
PR seharusnya tidak hanya soal mengerjakan soal-soal matematika atau menulis esai panjang, tapi juga bisa berupa proyek kreatif yang melibatkan berbagai aspek pembelajaran.
Misalnya, tugas membuat miniatur bangunan terkenal, eksperimen sains sederhana, atau bahkan tugas yang mengajak anak-anak untuk mengamati lingkungan sekitar mereka.
Dalam Kurikulum Merdeka, konsep PR masih ada tetapi dengan pendekatan yang berbeda dari kurikulum sebelumnya.
Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran berbasis proyek dan aktivitas, yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan lebih kontekstual dan bermakna.Â
PR diberikan dalam bentuk tugas proyek yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, bukan hanya soal-soal yang harus diselesaikan di rumah.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan kritis dan kreatif siswa, serta memperkuat profil pelajar Pancasila melalui kegiatan yang lebih terintegrasi dan holistik.
Peran Guru dan Orang Tua
Peran guru dan orang tua sangat penting dalam mendukung anak-anak dalam mengerjakan PR. Guru harus bisa memberikan PR yang menarik dan relevan, serta memberikan bimbingan yang cukup.
Orang tua juga harus terlibat aktif dalam mendampingi anak-anak mengerjakan PR, bukan dengan cara memaksakan, tapi dengan cara mendukung dan memberikan motivasi.
Ini berarti bahwa semua pihak harus berperan aktif dalam proses pendidikan, termasuk dalam hal mengerjakan PR. Ketika anak-anak merasa didukung, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar dan mengerjakan PR dengan baik.