Mohon tunggu...
Muhammad Ariqy Raihan
Muhammad Ariqy Raihan Mohon Tunggu... Penulis -

Lelaki sederhana dan penikmat sastra. Hanya ingin mencari kata-kata untuk disambung menjadi sebuah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Matahari di Langit Senja

5 Desember 2015   12:01 Diperbarui: 5 Desember 2015   12:01 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Keselarasan perasaan ini sungguh nikmat. Tenang, damai, dan hujan menghadirkan jutaan kata untuk digoreskan pada selembar kertas. Sudah beberapa minggu pikiranku mati tak mau berpikir. Namun, bayangan gadis itu tiba-tiba masuk dan menambahkan beberapa rasa dalam kalimat yang berpendar di pikiran ini.

Ah, kenapa aku tak kembali mulai menuliskan cerita pendek saja? Barangkali, bisa merekam sedikit demi sedikit kenangan yang nantinya bisa saja hilang jika tak kutuliskan.

Sialan kau, Lily, Pelit sekali berbagi nama denganku.

***

Hujan hari ini turun sangat indah. Tidak lebat, dan tidak gerimis. Aroma hujan ini tercium begitu jelas oleh setiap syaraf yang ada di dalam hidung. Alunan rintik-rintiknya ditelisikkan sebegitu kelunya. Hujan sore ini selaras dengan perasaanku.

Perlahan, aku mengapung pada sebuah lamunan yang medamaikan. Memoriku membesitkan begitu banyak kenangan, seperti memutar kaset rekaman. Jelas segalanya, mulai dari langkah pertama perjalananku hingga sampai pada detik sebelum lamunanku. Full colour.

Tunggu, itu kan… Lelaki yang di kedai itu? tunjukku pada bayangan memori di depan wajah ini. Rambut tebal acak-acaknya, kacamata miliknya, hingga pada guratan wajah tanpa emosinya. Kenapa dia bisa ada di sana? Hujan ini masih merasukiku begitu dalam, membenamkan ilusi dari potongan harapan yang perlahan mulai tumbuh di ruang di dalam relung hati.

Sebuah bunyi petir mengaburkan lamunanku. Ah, kamu kemana sih, Senja?

***

            Hari mengulur Minggu, dan Minggu pun mulai menarik Bulan-Bulan lainnya. Tak terasa, Sang Waktu mengajakku berlari cepat, hingga pada hitungan bulan kedelapan semenjak aku terakhir menghitungnya. Bulan Mei sudah mengetuk jendela kamarku. Yang tadinya selalu tertutup karena takut basah, kini perlahan terbuka, mengizinkan sepotong siluet cahaya mentari menembus jenjang kamarku.

Cerah hadir hari ini. Mengundang tiap senyum para tetangga yang sepertinya mulai merindukan matahari di pagi hari. Sabtu adalah hari terindah sedunia. Setelah delapan bulan lamanya, aku memutuskan untuk kembali menikmati kopi di pinggir Jalan Padjajaran. Ah, naik Transpakuan sepertinya lebih nyaman ketimbang berdesak-desakan di dalam angkot. Tak lupa, parka biru langit masih setia menemani kemeja yang kukenakan hari itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun