Mohon tunggu...
Muhammad Ariqy Raihan
Muhammad Ariqy Raihan Mohon Tunggu... Penulis -

Lelaki sederhana dan penikmat sastra. Hanya ingin mencari kata-kata untuk disambung menjadi sebuah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Matahari di Langit Senja

5 Desember 2015   12:01 Diperbarui: 5 Desember 2015   12:01 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

***

            Bulan Oktober adalah bulan yang paling kusukai. Karena semenjak kepindahanku ke kota ini, hujan selalu menaungi rindu orang-orang pada kehadiran rasa sejuk dalam hari-harinya. Sudah tiga bulan lelaki bernama Senja itu tak pernah datang ke kedai kopi lagi. Kata pelayan, Senja sudah pergi dari Bogor. Pindah ke suatu tempat. Setidaknya, itu yang tertulis di secarik kertas bersamaan dengan bill pembayaran yang ditinggalkan untuk pelayan wanita berambut cokelat menggulung ke belakang itu.

“Langit Senja, nama lengkapnya.” ucap Lily. Nama sebuah bunga yang tertulis di nametag pelayan itu.

“Bagaimana kau bisa tahu? “ tanyaku ketika terakhir melihat lelaki itu tiga bulan lalu.

“Aku sahabat kecilnya.” Lily beranjak dari kursinya dan menepuk lembut pundakku. Ada rasa iba di wajahnya. Tunggu. Aku tak sedang merindu lelaki ini.

Apa iya? Jika aku benar-benar tak merindu?

***

“Lily, siapa nama gadis yang kauajak bicara itu?” tanyaku pada Lily ketika gadis berkupluk biru itu keluar dari kedai.

“Kau tanya sendiri saja.” Lily tersenyum mengejek. Tapi manis. Sahabat kecilku ini berlalu begitu saja menuju dapur.

Gadis itu berbeda, batinku. Bukan setan yang memengaruhiku, tapi ada sesuatu yang berbeda ketika menatapnya. Dia cantik, anggun, dan lembut, kata sebuah suara dari dalam dadaku. Ruang dalam relung hatiku bergejolak, menuntutku untuk menuangkannya pada beruntai-untai kalimat pada secarik kertas. Ah, aku lupa. Keberanianku ini nol besar, seperti manusia mati yang tak merasa di udara.

Hari-hariku bergerak dengan rasa penasaran senantiasa mengintai kedai kopi ini, di setiap kehadiran gadis berkupluk biru itu di Sabtu sore. Aku memilih sudut ruangan ini karena jauh dari kebisingan pengunjung lain, sehingga nyaman bagiku untuk menikmati hangatnya secangkir kopi sembari menatap kendaraan berlalu di jalan raya sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun