Mohon tunggu...
Ariny Safitri
Ariny Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PGSD UHAMKA

Mahasiswa PGSD UHAMKA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pojok Baca Kelas Impian

16 Juli 2023   22:05 Diperbarui: 16 Juli 2023   22:58 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sering kita mendengar istilah membaca adalah jendela dunia, dengan membaca kita bisa seakan-akan "berkeliling dunia". Berkeliling dunia dalam tanda kutip, karena memang raga kita tidak sungguh-sungguh pergi berjalan-jalan keliling dunia, melainkan jiwa, pikiran, dan imajinasi kita yang melalang buana keliling dunia.

Buku ada bermacam-macam jenisnya, ada buku pengetahuan, novel, dongeng, motivasi, travelling, dan lain sebagainya. Tiap-tiap jenis buku tersebut memiliki isi dan gaya bahasa yang berbeda-beda. Tiap kata demi kata di dalam buku memiliki arti yang dapat mendeskripsikan suatu situasi yang dapat kita proyeksikan dalam imajinasi atau pikiran kita. Maka, lewat membaca buku kita juga bisa merasakan banyak perasaan, baik itu rasa cinta, kesedihan, amarah, motivasi, kegembiraan dan yang paling penting adalah kita juga bisa menimba ilmu seluas-luasnya.

Di jaman globalisasi ini buku memang dapat kita baca dengan fisiknya atau juga bisa dengan digital. Maka kita bisa membaca buku kapanpun dan dimanapun. Namun, sayangnya menurut Duta Baca Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Fakta pertama, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!

Riset berbeda bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Fakta kedua, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.

Ironisnya, meski minat baca buku rendah tapi data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Juara deh. Jakarta lah kota paling cerewet di dunia maya karena sepanjang hari, aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di ibu kota Indonesia ini paling padat melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini berdasarkan hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris.

Salah satu yang menakjubkan, Warga Jakarta tercatat paling cerewet menuangkan segala bentuk unek-unek di Twitter lebih dari 10 juta tweet setiap hari. Di posisi kedua peringkat dunia kota teraktif di Twitter ialah Tokyo. Menyusul di bawah Negeri Sakura ada warna Twitter di London, New York dan Sao Paulo yang juga gemar membagi cerita. Bandung juga masuk ke jajaran kota teraktif di Twitter di posisi enam. Dengan demikian, Indonesia memiliki rekor dua kota yang masuk dalam daftar riset tersebut.

Coba saja bayangkan, ilmu minimalis, malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget berjam-jam, ditambah paling cerewet di media sosial pula. Jangan heran jika Indonesia jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah. Kecepatan jari untuk langsung like dan share bahkan melebihi kecepatan otaknya. Padahal informasinya belum tentu benar, provokasi dan memecah belah NKRI.

Ada 5 penyebab yang mungkin bisa kita renungkan dari rendahnya minat baca di Indonesia saat ini.

  • Lingkungan Sekitar

Lingkungan hidup di sekitar kita merupakan faktor penting dalam kehidupan, karena secara tidak langsung lingkungan sekitarlah yang membentuk kebiasaan kita. Lingkungan keluarga misalnya, lingkungan ini adalah yang paling dekat dengan kita. Jika lingkungan di keluarga kita saja sudah tidak membudayakan kebiasaan membaca, atau bahkan membeli bukupun tidak diperbolehkan jika begitu dari mana benih-benih minat membaca dapat tumbuh.

Ditambah lagi jika lingkungan pertemanan kita juga tidak gemar membaca. Setelah keluar rumah ternyata teman sepergaulan kita adalah teman yang suka pergi hang out ke mall ketimbang membaca. Sudah pasti kita akan cenderung lebih mengikuti teman kita hangout dibanding pergi sendiri ke perpustakaan untuk membaca bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun