"Dibuat biografi lebih manfaat" tulis Eddy Santoso, seorang blogger dan web developer, tinggal di Trenggalek.
Berkah Dari Hati
Secara berhati-hati, disertai logat bicara Madura yang  kental, M. Goffar merinci perjalanannya membangun Warung Sinjay menjadi sebuah brand kuliner nasi bebek terkenal.
Semuanya dari bawah. Berawal dari tukang servis sepeda motor, mulai mencoba-coba meracik bumbu nasi bebek, lalu mulai dikenal masyarakat, dan beranjak sukses. Pembangunan jembatan Suramadu yang semula ditujukan mempercepat pembangunan di Pulau Madura, ternyata belum sepenuhnya dapat diharapkan. Di lain pihak bisnis Warung Bebek Sinjay terbukti malah mengangkat pamor ekonomi lokal. Setidaknya saat ini, sepanjang jalan menuju lokasi Bebek Sinjay berdiri ratusan kios usaha. Harga tanah dan rumah melambung tinggi.
Suka dan duka mengiringi sukses Warung Bebek Sinjay. Â Ada cerita, Goffar bertemu seseorang mengaku utusan pejabat. Goffar dimintai "setoran" uang sebanyak Rp. 2.000,- setiap satu porsi nasi bebek. Tentu saja Goffar menolak. "Mereka cuma duduk-duduk mendapat uang duaribu rupiah, sementara karyawan saya yang pontang-panting."
Suatu hari Goffar didatangi sahabatnya. Kebiasaan orang Madura, kalau ada tamu datang selalu disambut hangat, termasuk disuguhi nasi bebek. Sahabat ini mengeluarkan uang tunai Rp. 300.000.000,- seraya meminta agar brand Bebek Sinjay diberikan padanya. "Saya mau diduitin. Duitnya ditaruh di atas meja maunya membeli nama Sinjay" kata Goffar.
Sejak itu Goffar menggandeng sanak familinya menjadi mitra usahanya. Dia lebih memilih saudara sendiri, ketimbang membangun jaringan franchise. Apapun namanya usaha selalu mempunyai risiko. Tetapi berbisnis dengan saudara sendiri masih dirasa lebih nyaman.
Anugerah Saling Berbagi
Mendengar dua cerita M. Goffar tadi Aqua Dwipayana tertawa lebar. Aqua menuding Si Om, "Dia Madura juga, Dia ini guru saya" kata Aqua, sambil menunjuk Hadiaman Santoso. Hadiaman orang pertama pada tahun 1988 Â yang mengajak Aqua menjadi wartawan Suara Indonesia di Malang.
Si Om, kelahiran Pamekasan 70 tahun silam, tiba-tiba bermuka serius. "Dua orang ini -M. Goffar dan Aqua Dwipayana, punya kesamaan. Keduanya, sama-sama ikhlas" ujar Hadiaman. Goffar anak desa. Dia rela meninggalkan bangku sekolah asalkan adik-adiknya bisa mengenyam pendidikan yang lebih baik. Sedangkan Aqua, meninggalkan Pematang Siantar, Sumatera Utara demi menuntaskan cita-citanya di pulau jawa. Setelah sukses kuliah hingga meraih pascasarjana, Aqua menjadi dosen di Seskoal, Seskoad, Seskoau, Sesko TNI, Sespimti dan motivator di sejumlah BUMN.
"Orang Madura punya anggapan, pendidikan formal itu mahal, sehingga kalau ada orang Madura rela tidak bersekolah, itu pengorbanan luar bisa." cetus Si Om.