Mohon tunggu...
Ari Fakhrizal
Ari Fakhrizal Mohon Tunggu... Guru - Guru

Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta di Batas Desa (Chapter 3)

25 Juli 2024   15:23 Diperbarui: 25 Juli 2024   15:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerobak Es Cinta

Dua hari menjelang keberangkatan, nampak Ima  sibuk menyiapkan segalanya mulai dari pakaian ganti, perlengkapan mandi hingga boneka kesayangannya winie the pooh juga tak luput dari daftar barang yang harus dibawa. Telpon nya tiba-tiba berdering.

"Assalammu'alaikum!"

"Wa'alakum salam."

"Ada apa Nuk?"

"Im gua bingung nih gua harus bawa apa aja."

"Bawa saja perlengkapan yang kita butuhkan saja untuk setiap harinya seperti baju lapangan, baju tidur dan yang tidak kalah pentingnya adalah prlengkapan mandi, pokoknya itu tidak boleh absent dari daftar barang loe yang akan dibawa and don't forget to bring our stuff."

"Siip, Ok lah kalo begitu."

"Ok see you tomorrow." Saat pembicaraan di telepon selesai terdengar sahut-sahut di balik daun pintu kamar memanggil Ima.

"Ma ...Ima sudah selesai belum?" sahut sang Bunda memanggil. Ima bergegas menuju pintu kamar yang masih tertutup dan segera membukanya.

"Iya Bun...." "Gimana, sudah beres pakingnya?" Tanya Bunda

"Alhamdulillah Sudah Bun, tapi sepertinya ada yang kurang deh Bun?"

"Apa itu!"

"Bunda..!" Jawab Ima sambil memeluk Sang Bunda dengan erat.

"Kalo saja Bunda diperbolehkan ikut. Aku akan ajak Bunda ke tempat KKN-ku."

"Ah ngaco kamu masa Bunda harus ikut ngawasin kamu!"

"Iya selain menjadi pengawal kami bunda juga akan aku jadikan seorang chef di rumah tempat kami tinggal nanti. Supaya bisa masakin sup ayam kesukaanku terus."

"Sudah-sudah, makin ngelantur aja kamu. Gimana, jadi tidak menemani Bunda ke pasar anyar sekarang?"

"Oh iya, jadi dong Bun. Give me five minutes to get change."

"Bunda tunggu di bawah ya." Sahut sang Bunda sambil menuruni tangga.

Butuh empat puluh lima menit untuk mencapai pasar baru dari rumah. Turun dari mobil aroma pasar sudah tercium dari jarak sepuluh meter. Ima sudah siap untuk bergerilia berburu barang yang dibutuhkan, tidak lupa dengan catatan belanja yang menjadi panduan berbelanja. Sebuah pasar traditional yang menjual berbagai bahan kebutuhan pokok sehari-hari serta perlengkapan rumah tangga ini selalu dibanjiri pembeli setiap harinya, apalagi di saat hari libur, hampir ruas-ruas jalan di pertokoan dipenuhi oleh calon pembeli yang akan melakukan transaksi.  Dan yang tidak kalah menariknya adalah harga barang--barngnya relatif murah, kualitas barangnyapun tidak jauh berbeda dengan barang yang dijual di Mal.  Harga yang ditawarkan sangat bervariasi mulai dari lima ribu hingga ratusan ribu rupiah. Sebagaimana pasar tradisional lainnya pasar anyar ini dibagi perblok dipisahkan berdasarkan barang yang diperjualbelikan. Untuk Kebutuhan pokok sehari-hari berada di blok A, terletak di lantai dasar, sedangkan untuk pakaian dan peralatan rumah tangga lainnya berada di blok C dan B yang terletak dilantai dua dan lantai tiga.  tampak geliat para konsumen yang ingin membeli barang berkerumun disepanjang pertokoan memburu kebutuhan sehari-hari mereka, mulai dari toko makanan, mainan hingga pakaian tak luput dari serbuan para pembeli, dan yang menjadi primadona bagi para pengunjung pasar adalah toko emas. Toko ini memiliki daya pikat yang luar biasa, siapa yang tidak tertarik dengan toko ini, setiap pengunjung yang lewat seakan terbius oleh kilauan emas yang terpajang di dalam etalase, sehingga pengunjung yang tadinya berniat hanya melihat-lihat, malah membeli emas yang sebenarnya bukan tujuannya berbelanja. Hampir saja Ima pun terbius. 

"Bun, kalo aku nikah nanti cincin kawin yang mana yang pas untuk aku?"

"Kamu.., kuliah saja belum beres dah mikirin kawin..!"           

                 Satu jam sudah Ima yang ditemani sang Bunda berkeliling menjelajahi tiap sudut pasar, hampir semua barang yang Ima butuhkan sudah terbeli, empat kantong plastic besar sudah di jinjingnya hingga harus membutuhkan jasa kuli panggul untuk mengangkatnya.  Peluh mulai membasahi keningnya dari panas yang hampir membakar kulit,  tenggorokannya kering merindukan siraman air dingin dari rasa dahaga yang sangat.

"Bun, Bunda haus tidak?" Rayu Ima.

"Iya, bunda juga haus. Gimana kalo kita cari tukang es."

"Ide bagus." Keduanya beranjak menuju sebuah gerobak es yang mangkal disamping toko kelontong.

"Es campurnya dua ya mas"!

"Baik bu.". Dengan cekatan Farid segera membuat es campurnya. Seakan sudah ahli membuat es, Farid meramu es campur buatannya berbeda dengan es-es campur lainnya. Dia menggunakan buah dan susu sebagai campuran esnya ditambah dengan potongan strawbery diatasnya agar nampak terlihat indah. Keduanya terkejut setelah melihat es campur buatan Farid.

"Indah sekali esnya, sebelumnya  sudah pernah ikut kursus tata boga ya mas?"

"Tidak pernah Bu.

"Terus terang saja ya, es campur buatanmu ini enak. Siapa namamu?"

"Farid, Bu". "Oh iya seminggu lagikan giliran arisan keluarga di rumah kita Bu, gimana kalau es si mas ini kita sewa bun.

"Ide bagus itu."

"Mas, mau tidak kami booking, seminggu lagi kami hendak melaksanakan acara keluarga di rumah, Ibuku minta kamu jualan es campur di rumah?"

"Maksudnya di sewa?" "Ya begitulah, kamu tinggal hitung saja berapa mangkok yang sudah di buat. Emmm.. saya akan coba pikirkan dulu.

"Baiklah kalau begitu, ini kartu nama saya, kalo sudah dipikirkan tolong segera hubungi saya. Karena acaranya sudah tinggal satu minggu lagi."

"Ngomong-ngomong sudah lama berjualan es?" Tanya Ima memotong

"Baru satu bulan" jawab Farid.

"Pernah kerja di restoran?"

"Belum pernah." "Lalu dari mana kamu bisa memiliki keterampilan membuat es seperti ini!"

"Dari youtube."

"Teteh wartawan ya?" Farid balik tanya.

"Bukan, lo kenapa emangnya?" Tanya Ima keheranan.

"Habis, nanya terus mirip wartawan aja."

"Alhamdulillah seger, berapa semuanya?" Tanya bunda pada Farid.

"Lima ribu rupiah Bu."

"Lima Ribu rupiah!" Sahut Bu Salma heran.

"Benar Bu, satu mangkok es ini harganya lima ribu, karena tadi Ibu pesan dua mangkok jadi semuanya sepuluh ribu." Terang Farid.

"Bukan itu yang Ibu maksudkan, apa kamu tidak rugi menjual es mu dengan harga murah. Sedangkan penjual es lainnya sudah memasang tarif sepuluh ribu per mangkoknya  loh"

"Alhamdulillah selama ini tidak pernah, asal pelanggan puas dan mau datang ketempat saya lagi saya sudah untung." Terang Farid 

"Baiklah kalau begitu, Ini uangnya, Dan tolong ambil saja kembaliannya" Farid kaget bukan kepalang ketika menerima uang dari Bunda Ima sebesar seratus ribu yang langsung dikeluarkan dari dalam dompetnya.

"Besar sekali uangnya, mohon maaf bu saya tidak dapat menerimanya."

"Loh kenapa?"

"Uang ini terlalu besar Bu." Bunda Ima tersenyum melihat kekhawatiran dari raut wajah Farid.

"Ambil saja ibu ikhlas. Kamu tahu besarnya uang ini tidak ada nilainya di bandingkan dengan kebesaran hatimu, Jagalah selalu dimanapun kamu berada."

"Terima kasih atas nasehat ibu, tapi sekali lagi mohon maaf sy tidak bisa menerimanya."

"Baiklah kalo begitu, ibu tidak akan memaksa"

Sekejap hayalan Ima menerawang jauh berada disebuah padang pasir luas tengah kehausan, lalu tiba seorang pria gagah menaiki kuda menolongnya dan pria itu adalah Farid. Hayalan itu hilang sekejap tatkla ibunnya memanggil.

"Ima.., ayo jangan lupa barangnya dibawa."

Selang beberapa jam kemudian, sebuah kantong plastik berwarna merah tertinggal di samping gerobaknya Farid. Farid menduga barang ini adalah milik bu Salma yang tadi membeli es. Timbul inisiatif untuk mencari alamat bu Salma. Dikeluarkannya sebuah kartu nama dari sakunya yang pernah diberikan kepadanya. Setelah menutup dan merapikan gerobaknya. Farid pun mencari alamat bu Salma, dengan cepat dia memacu motornya menyisiri jalan mencari alamat yang dituju. Setibanya di komplek perumahan karasidenan,  perumahan elit yang dimiliki oleh para konglomerat yang besarya seperti Istana raja.  Sejenak matanya tertegun melihat kemegahan rumah-rumah tersebut, dalam hatinya berkata "Ya Allah permudahlah hisab ku, jangan kau hisab aku karena harta haram yang ku peroleh, Amin"  

Hari sudah mulai gelap, alamat yang dicaripun tak kunjung ketemu. Adzan maghrib telah berkumandang. Dia pergi menuju masjid terdekat yang terletak di ujung jalan komplek. Sejenak dia hempaskan tubuh di lantai masjid, sambil melihat jam tangannya. Terbayang dengan padatnya kegiatannya di kampus dan di lingkungan, membuat dia harus menjadwal ulang agendanya. Tidak lama kemudian komat berkumandang dia segera bergegas berwudu dan sholat. Selesai melaksanakan sholat, saat hendak keluar dari pintu gerbang masjid, tampak sosok wanita berjilbab yang dia kenal, dan benar saja wanita itu adalah Ima. Farid segera berlari mendatanginya.

"Alhamdulillah akhirnya ketemu juga..!"

"Siapa 'tu ka Im..?" Tanya Sheila sang adik.

"Ga kenal..!"

"Oh iya, maaf saya penjual es di pasar tadi" Terang Farid

"Eh kamu, ada apa ya?"

"Ini aku membawa barang barang kamu yang tertinggal di samping gerobaku, coba diperiksa dulu barangkali ada yang hilang."

"Ya Allah, benar mas, ini barang barangku, sy lupa tidak mengecek lagi, semuanya ada di bagasi mobil belum sempat kami turunkan."

"Biar saya bawa mas..!"

"Jangan ini berat, biar saya antarkan ke rumah. Rumahmu sebelah mana?"

"Itu mas dua blok dari sini, mas ikuti motor saya saja dibelakang"

"Baik.."

Wajah Ima seketika berseri, bak punduk merindukan bulan, tak henti hentinya dia tersenyum, kembali hayalannya menerawang membayangkan Farid sosok yang menolong Ima di gurun pasir lalu dia mengangkat dan mendudukan Ima di atas kuda, lalu Farid menuntun kuda itu berjalan.

Setibanya di rumah Ima yang besar berlantai tiga dengan pagar besi berhias kayu jati bergaya mediterania ini sungguh indah dipandang mata. Nampak bu Salma menghampiri

"Assalammu'alaikum"

"Wa'alaikum salam."

"Mau cari siapa ya dik?" Tanya Bu Salma terlihat kebingungan.

"Bun, ini lo mas Farid pedagang es buah di pasar. Siang tadi kita sempat membeli es buah ditempatnya. Dia kesini mau ngembaliin barang barang kita yang tertinggal."  Terang Ima.

"Oh, iya-iya betul. Alhamdulillah akhirnya ketemu. Betul Nak Farid Ibu sampai bingung mencari bungkusan ini. Ibu pikir hilang. Ibu sempat mencari kemana-mana tapi tidak ketemu." Terang Bu Salma

" Iya ketika hendak tutup saya melihat bungkusan berwarna merah ini. Dan saya yakin Ibu adalah pemilik bungkusan ini, karena ibu adalah pelanggan terakhir yang membeli es di tempat saya, dan setelah ibu tidak ada lagi."Terang Farid.

Bu Salma langsung memeriksa bungkusan tersebut dan tidak ada satu pun barang yang hilang semuanya lengkap. 

"Terima kasih banyak ya Nak Farid. Kalo tidak ketemu, anak saya mungkin tidak akan bisa berangkat besok."

"Loh memangnya anak ibu akan berangkat kemana?"

"Anak ibu akan Kuliah Kerja Nyata (KKN), tugas dari kampusnya. Dan barang-barang ini adalah perbekalannya selama tiga bulan. Jika bukan karena Nak Farid barang ini mungkin sudah jatuh ketangan orang lain."

"Sudah menjadi kewajiban saya bu menolong sesama. Tapi maaf bu saya mohon pamit, saya harus pulang cepat karena sudah larut."

"Lho nak Farid tidak masuk dulu."

"Lain kali saja bu, saya harus segera pulang."

"Baiklah tapi tolong jangan pergi dulu." Pinta bu Salma, lalu dia berlari kedalam rumah sepertinya hendak mengambil sesuatu. Beberapa saat  kemudian bu Salma keluar dengan membawa amplop polos berwarna putih di tangan kananya.

"Mohon diterima ini adalah tanda terima kasih saya kepada Nak Farid."

"Maaf  Bu saya tidak bisa menerimanya, saya melakukan ini atas dasar keikhlasan." Jawab Farid.

"Saya mengerti, tapi tak baik juga kan menolak rizki yang telah Allah berikan untuk kamu." Terang bu Salma.

"Baiklah saya terima, terima kasih bu. Saya mohon pamit, Assalammualaikum..." Farid memacu sepeda motornya.. Sepasang mata rupanya sedang memperhatikan dari balik jendela, siapa sebenarnya tukang es itu. Ima terus memperhatikan Farid dari kejauhan hingga tikungan terakhir. Benih cinta mulai tertanam, akankah terus tumbuh atau justru mati karena tak tersirami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun