Aku, Kau Dan Ayah
 Bel pulang berbunyi, jam di tangan sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Matahari telah menunjukkan keperkasannya dengan pancaran sinar panasnya yang hampir membakar kulit.Â
Pulang menyusuri sisi jalan, berjalan tak tentu arah, mataku terus menatapi totoar jalan membayangkan kedua orang tuaku yang akan berpisah, teriakan mereka saat bertengkar memekakan telingaku, membuat seisi rumah bagaikan neraka bagiku. Â Di tambah lagi cemoohan tetangga yang setiap hari membicarakan diriku dan kedua orangtuaku. Aku sudah tak tahan lagi, ingin aku rasanya pergi dari rumah. Hatiku terus menjerit.
"Sa..., Salsa..."! Sahut Rani teman kelasku.
"Sa, aku lihat dari tadi kau muruuung... terus, ada apa sih! pasti lagi ga punya duit ya!" Tanya Rani. "Ah... tidak!"Â
"Lalu kenapa dong?" Tanya Rani kembali.
"Tidak apa-apa, cuma akhir-akhir ini nilaiku anjlok terus nih!" jawabku menyembunyikan permasalahannya pada Rani.
"Oh gitu, setahuku nilaimu memang selalu jelek kan, he .. he ...he ...!
"Ran, kita main yuk"? Â Ajakku
"Main kemana"? Tanya Rani