"Dengar Nona selama kau masih berada dalam genggamanku, jangan pernah kau membantah perintahku paham!" ancam sang mama sambil menjambak mukena Yance. Yance mengangguk.Â
"Ayo pergi!" sahut mama pada kedua pengawalnya. Mamapun pergi meninggalkan rumah sambil mengomel.
Aku yang sedang bersembunyi di lemari baju bergegas keluar menghampiri Yance yang tengah sibuk memunguti lembaran-lembaran Al Quran yang tercecer di lantai.
"Kenapa kau tidak melawan!" sahut ku kesal.
"Sudahlah aku tidak apa-apa kok 'Sa, lagian aku sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini." sanggah Yance.
"Tidak, ini tidak bisa di biarkan, aku harus memikirkan cara bagaimana mengeluarkan kamu dari sini."Â
"Sabar 'Sa, Allah pasti memiliki rencana lain untuk aku."
"Sabar-sabar, sudah seberapa sering kamu harus sabar Yance, kau akan di tindas terus olehnya. Ingat Yance negara kita sudah merdeka tidak ada lagi jaman perbudakan. Aku dan kamu adalah manusia bebas yang memiliki hak untuk hidup bebas. Kamu bukan milik mama Tina. Kamu yang menentukan hidupmu sendiri bukan dia." Ujarku meluapkan kekesalan. Yancepun terdiam terpaku menatapku. Seakan aneh melihatku berbicara bak orang bijak yang sedang memberikan petuah.
"Maaf jika aku menyinggung perasaanmu. Aku terbawa suasana."
"Tidak apa-apa kok Sa, terima kasih ya telah menyadarkanku"? Â Â
 Handphone Yance tiba-tiba berbunyi lantunan ringbacktone "Tombo Ati" karya Opick berputar. Diangkatnya Hpnya tersebut samar-samar terdengar suara yang tidak asing di telinganya. Benar saja, Pak Bayu.