A. Pengertian Permanent Establishment (BUT)
Taukah kalian apa yang dimaksud dengan Permanent Establishment ?!
Permanent Establishment atau yang sering dikenal dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan suatu tempat tetap (fixed place) dimana orang pribadi atau badan melakukan kegiatan usaha di negara lain, dan telah memenuhi kriteria/persyaratan yang diatur dalan Undang-undang atau tax treaty. Permanent Establishment (BUT) diatur di dalam Undang-undang Perpajakan Indonesia dan juga diatur dalam tax treaty.
Menurut Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008, Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Batasan waktu tersebut diterapkan apabila antara Indonesia dan negara asal perusahaan tersebut tidak memiliki tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Namun, apabila antara Indonesia dengan negara asal perusahaan tersebut terdapat tax treaty atau P3B maka batasan waktu sebagai BUT yang berlaku mengikuti perjanjian yang disepakati kedua negara tersebut.
Sedangkan pengertian Permanent Establishment (BUT) berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) OECD Model, yaitu BUT adalah suatu tempat usaha tetap, yang melalui tempat usaha tetap tersebut kegiatan usaha dari suatu perusahaan dijalankan secara sebagian atau secara keseluruhan.
B. Karakteristik BUT
- Terdapatnya tempat usaha berupa prasarana, seperti tempat manajemen perusahaan, cabang, kantor, pabrik, bengkel dan tambang, sumur minyak atau gas, galian atau tempat lain untuk mengambil SDA
- Tempat usaha harus bersifat tetap, yang mana harus berada di satu tempat yang bersifat tetap
- Kegiatan usaha dilakukan melalui tempat tetap tersebut
- Bersifat produktif, yaitu turut andil dalam memperoleh laba usaha bagi kantor pusat
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (5) Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008, pemerintah menyebutkan bahwa bentuk usaha tetap yang menjadi subjek pajak penghasilan terdiri saat ini dari 16 bentuk usaha, yakni:
- Tempat kedudukan manajemen
- Cabang perusahaan
- Kantor perwakilan
- Gedung kantor
- Pabrik
- Bengkel
- Gudang
- Ruang untuk promosi dan penjualan
- Pertambangan dan penggalian sumber alam
- Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
- Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
- Proyek konstruksi, instalasi, atau perakitan
- Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan > 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
- Orang  / badan yang bertindak selaku agen yang berkedudukan tidak bebas.
- Agen / pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
- Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang disewa, dimiliki, atau digunakan penyelenggara transaksi elektronik dalam menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
C. Kriteria usaha atau kegiatan yang tergolong BUT
Pemerintah resmi memberikan kepastian hukum bagi subjek pajak luar negeri dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/PMK.03/2019, tentang Bentuk Usaha Tetap. Dalam PMK tersebut terdapat 3 poin penting, yaitu :
- Setiap orang pribadi / badan asing yang melaksanakan kegiatan usahanya di Indonesia melalui BUT wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maksimal satu bulan setelah kegiatan usaha berjalan. Jika yang bersangkutan tidak mendaftarkan diri, maka NPWP dikeluarkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- PMK tersebut juga mempertegas definisi dan kriteria BUT.
- Suatu tempat usaha dikatakan BUT jika orang pribadi atau badan asing bisa mengakses tempat tersebut secara tidak terbatas. Sementara itu, jika orang pribadi dan badan asing memiliki akses yang terbatas tempat usaha atau tempat hanya digunakan untuk penyimpanan atau pengelolaan data secara elektronik, maka tidak termasuk kategori BUT.
D. Bentuk-bentuk BUT
1. Asset
Bentuk usaha tetap dapat berupa gedung kantor, bengkel, pabrik, tanah pertanian, peternakan, pertambangan dan penggalian sumber alam.
2. Aktifitas
Misalnya dalam bentuk proyek konstruksi, proyek instalasi, dan pemberian jasa (furnishing of services). Pemberian jasa yang dimaksud yaitu pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau setahun. Masing-masing negara berbeda Time test pada tax treaty nya.
3. Agen
yaitu orang pribadi atau badan yang bertindak sebagai agen dari perusahaan luar negeri yang kedudukannya tidak bebas (dependent agent).
4. Asuransi
Berupa agen / pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di suatu negara yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di negara tersebut.
Sedangkan menurut UN Model dan OECD Model, bentuk-bentuk BUT yaitu sebagai berikut :
No
UN Model
OECD Model
1
Bentuk dasar (Basic Rule PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
Bentuk dasar (Basic Rule PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
2
Konstruksi (Construction PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (3) huruf a
Konstruksi (Construction PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (3)
3
Pemberian Jasa (Service PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (3) huruf b,
Keagenan (Agency PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (5)
4
Keagenan (Agency PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (5)
5
Asuransi (Insurance PE) yang diatur pada Pasal 5 ayat (6)
E. Alasan dibuatnya gagasan Foreign Permanent Establishments (BUT)
BUT merupakan salah satu fokus perhatian dari proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dikeluarkan oleh OECD untuk memerangi praktik penyelundupan pajak (Shee Boon Law, 2013). Seperti yang kita ketahui bahwa setiap negara mempunyai undang-undang pajak yang berbeda dalam hal menentukan hak pemajakan internasionalnya. Artinya, setiap negara unilateral menentukan sendiri yurisdiksi perpajakan internasionalnya, baik yang menyangkut objek pajak maupun subjeknya.Â
Hal tersebut memungkinkan terjadinya pengenaan pajak berganda bila dua yurisdiksi pajak berinteraksi sebagai akibat terjadinya transaksi antara dua negara tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap negara mempunyai metode penghindaran pajak berganda, namun hal tersebut tidak menjamin bahwa pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan sepenuhnya.Â
Oleh karena itu, suatu persetujuan penghindaran pajak berganda antara dua negara menjadi sangat penting. Penghasilan dari usaha sebuah perusahaan yang berdomisili di suatu negara akan dikenai pajak di negara tersebut, kecuali usaha tersebut dilakukan di negara sumber melalui permanent establishment/Bentuk Usaha Tetap.
Foreign Permanent Establishment (BUT) dibuat untuk perusahaan penanaman modal asing yang menjadi wajib pajak dalam negeri (resident tax payer). Dalam rangka penghindaran pajak berganda, keberadaan suatu BUT sangat penting sebagai kriteria untuk menentukan apakah Indonesia sebagai negara sumber berhak dalam memajaki penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk dari negara treaty partner. Namun kriteria tersebut tidak berlaku jika penerima penghasilan (beneficial owner) tersebut berasal dari negara non treaty partner.
Dalam perpajakan internasional, permanent establishment (BUT) yaitu berkaitan dengan taxing right (hak pemajakan), source rules (sekumpulan ketentuan hukum yang menentukan apa syarat-syaratnya bagi suatu jenis penghasilan agar negara tempat diterimanya penghasilan itu menjadi negara sumber yang berhak memungut pajak atas penghasilan), dan threshold (ambang batas yaitu kriteria yang memungkinkan suatu negara sumber untuk memajaki penghasilan usaha antar negara).
F. Usaha yang Bukan Kategori BUT
Usaha yang dikecualikan dari kriteria BUT, yaitu orang pribadi maupun badan asing yang kegiatan usahanya bersifat pendukung (auxiliary) dan persiapan (preparation), yang mana hanya untuk memperlancar kegiatan yang esensial dan signifikan, maka dikecualikan dari kriteria BUT, meskipun tempat usahanya permanen dan memiliki akses penuh ke tempat tersebut.
Misalnya, fixed place (tempat tetap) milik usaha luar negeri yang berada di Indonesia, yang tidak bertujuan untuk mencari/memperoleh penghasilan, tetapi murni hanya untuk penyimpanan barang saja, maka hal tersebut bukanlah termasuk dalam usaha yang dapat dikategorikan sebagai BUT. Namun jika usaha tersebut berubah menjadi fixed place of Business, yang mana sebelumnya tidak melakukan transaksi untuk tujuan memperoleh penghasilan/kegiatan penjualan, lalu berubah menjadi kegiatan menjual maka statusnya dapat dikategorikan sebagai BUT.
Sedangkan berdasarkan Pasal 5 ayat (4) OECD Model 2014, suatu tempat usaha dianggap bukan sebagai BUT apabila memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
- Penggunaan fasilitas-fasilitas yang semata-mata ditujukan untuk menyimpan / memamerkan / menyerahkan barang / barang dagangan subjek pajak luar negeri yang terdapat di negara domisili
- Pengurusan suatu barang atau barang dagangan milik perusahaan yang sematamata ditujukan untuk disimpan, dipamerkan, atau diserahkan
- Pengurusan suatu barang atau barang dagangan milik perusahaan yang sematamata ditujukan untuk diproses lebih lanjut oleh perusahaan lain
- Pengurusan suatu tempat usaha tetap yang semata-mata ditujukan untuk pembelian barang atau barang dagangan atau mengumpulkan informasi dalam rangka keperluan perusahaan
- Pengurusan suatu tempat usaha tetap yang semata-mata ditujukan untuk kegiatan yang bersifat persiapan / penunjang
- Pengurusan suatu tempat usaha tetap yang semata-mata ditujukan untuk melakukan gabungan kegiatan seperti yang disebutkan di atas sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau pun penunjang.
G. Pajak Penghasilan atas BUT
Pajak penghasilan yang dikenakan atas BUT yaitu dikenakan atas penghasilan neto, yang mana seperti penghasilan neto lainnya yaitu berasal dari Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan penghasilan.
Namun, taukah kalian ada beberapa biaya yang tidak dapat dijadikan sebagai pengurang dari Penghasilan bruto atas BUT ?
- Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya,
- Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya,
- Bunga. Kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
Lalu mengapa ketiga biaya tersebut dikecualikan sebagai pengurang Penghasilan bruto? Karena BUT merupakan satu kesatuan atau satu entitas dengan kantor pusatnya di luar negeri. Pembayaran BUT kepada kantor pusat terkait 3 biaya tersebut merupakan perputaran dana dalam satu perusahaan. Namun, jika kantor pusat dan BUT tersebut bergerak di bidang usaha perbankan, maka pembayaran bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya. Atau dengan kata lain, pengeluaran-pengeluaran yang sejenis yang diterima BUT dari kantor pusatnya tidak diakui sebagai objek pajak, kecuali bunga yang diterima BUT dari kantor pusatnya yang berkenaan dengan usaha perbankan.
H. Contoh perhitunganÂ
PT Deandra merupakan BUT Deandra Ltd Taiwan (misal bukan treaty partner). Pada tahun 2018 laba Rp 5 miliar. Dan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3,6 Miliar (after rekonsiliasi fiskal pada laporan laba rugi). PT Deandra mempunyai kredit pajak PPh Pasal 21 sebesar Rp 150.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 50.000.000. Maka perhitungan pajak yang harus dibayar oleh BUT tersebut yaitu:
Perhitungan PPh Tahunan yang terutang
= Rp 3.600.000.000 x 25% = Rp 900.000.000
Perhitungan PPh Tahunan yang harus dibayar
= Rp 900.000.000 -- (Rp 150.000.000 + Rp 50.000.000)
= Rp 900.000.000 -- Rp 200.000.000
= Rp 700.000.000
Dan perhitungan PPh 26 atau Branch Profit Tax yang harus dibayar
= 20% x (Rp 3.600.000.000 - Rp 900.000.000)
= 20% x Rp 2.700.000.000
= Rp 540.000.000
Keterangan : Selain dikenakan PPh Tahunan, penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia juga dikenai pajak sebesar 20% (Branch Profit Tax / PPh 26) atau dengan kata lain, apabila ada penghasilan BUT yang dikirim ke kantor pusat, maka atas penghasilan yang dikirim tersebut dikenakan lagi PPh sebesar 20% sesuai Pasal 26 ayat (4) Undang-undang PPh. Ketentuan tersebut disebut juga branch profit tax. Namun sebaliknya jika BUT tersebut merupakan treaty partner maka tarif Branch Profit Tax sesuai perjanjian P3B. Sedangkan Branch Profit Tax tersebut tidak dikenakan jika penghasilan setelah pajak BUT seluruhnya ditanamkan kembali di Indonesia.
Daftar Pustaka
Law, Shee Boon. 2013. Base Erosion and Profit Shifting -- An Action Plan for Developing Countries. Bulletin for International Taxation 68, no. 1.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/PMK.03/2019, tentang Bentuk Usaha Tetap.
Santo, Paulus Aluk Fajar Dwi. 2010. Aspek Hukum Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap Menurut Hukum Positif di Indonesia. Binus Business Review Vol.1 No.1, hal. 252-265.
Undang-undang Perpajakan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H