saat  ku ucapkan selamat tinggal pada nya, di  bandara Supadio, sontak tangis kami pecah.Â
Dada ku berguncang dengan sangat hebat nya.
 Menggemuruh seperti tanah runtuh.
 Sebelum kemudian kami menutup telpon setelah sekitar setengah jam bicara.
Di atas burung besi  yang akan mengantarkan aku pulang ke Jakarta sore itu.Â
Di saat Bersamaan ketika perlahan pesawat berputar dan menderu di ujung landasan pacu dengan posisi siap Take Off, jantung ku terasa berdebar hebat dan sakit luar biasa.Â
Dada ku terasa sesak, perih, kosong, hampa, Â ngilu, seperti berdarah dan terasa nyeri yang luar biasa.Â
Rupa nya luka lama yang masih belum kering kembali terbuka.
 Menyesakkan jiwa.
Beliung tajam yang menghunjam dalam itu, tak mudah mencabut nya.Â
Meski aku  coba menahan dengan menempelkan tangan kanan ku tepat di atas dada sebelah kiri, untuk sekedar berupaya agar aku  tidak pingsan saat itu, tapi setetes air hangat kemudian menggenangi  pipi ku tanpa dapat kutahan lagi.