“Roti pisang. Menu vegan. Kami buat sendiri. Ini adalah hari Sat Guru. Tuhan, disamping Beliau adalah Ayah kita, Beliau juga Guru dan Sat Guru. Setiap hari Sat Guru, kami buat kue untuk dimakan bersama setelah kami persembahkan kepada Beliau, Sang Pensuci”
“ Sat Guru itu apa Sister?”
“Pembimbing…Beliau pembimbing kita”
“Oooh…saya kira Guru dan Sat Guru itu sama artinya…” kujawab sambil minum.
“Sat Guru itu pembimbing…Beliau yang membimbing kita untuk ‘pulang’. Sekarang sudah saatnya kita untuk pulang, maka kita harus siap-siap. Bapak kita…Ayah kita Yang Satu, sekarang ini sudah datang. Menjemput kita untuk pulang. Kita semua sudah harus kemas-kemas”.
Glek…aku tersedak air putih, lalu terbatuk-batuk. Dalam pikiranku beradu berbagai pertanyaan bertentangan dengan kemuslimanku. “Ya Tuhan, apakah aku sedang tersesat masuk dalam padhepokan ilmu sesat? Mengapa ia panggil Tuhan sebagai Ayah? Bukankah Tuhan tidak mempunyai anak-anak? Mengapa ia bilang Tuhan sudah datang dan sedang menjemput kematian-ku dan aku harus berkemas-kemas? Jangan-jangan candaan Samudra jadi kenyataan bahwa aku akan pindah agama.
Sister Sukriya menatapku tanpa berkata-kata. Ia terlihat tetap lembut. Tidak kaget dengan reaksiku. Bahkan ia tetap tersenyum dengan tenangnya. Aku memperhatikan kanan kiri. Tak ada suara. Sepi. Dua Sister yang tadi kulihat pun sudah tidak ada. Semuanya hening. Jam tangan menunjuk masih pukul delapan pagi. Dari ruang tengah sana, kudengar putaran sayup-sayup lagu lembut. Penyanyinya perempuan. Sepertinya lagu India, tapi sangat lembut. Aku belum pernah mendengarnya. Sepertinya itu lagu-lagu pujian. Pasti itu lagu rohani… Lagi-lagi aku bicara dengan diriku sendiri… Aroma dupa tercium sampai ke ruang tamu tempat kami diam sesaat. Angin pagi yang masih sejuk berhembus dari taman depan menerpa wajah kami melalui pintu ruang tamu yang terbuka. Sister Sukriya membenahi selendang putihnya yang bergeser dari pundaknya karena tiupan angin. Aku mengambil inisiatif bicara.
“Sister…, saya ingin belajar di sini”
“Oh ya?”
“Iya…saya ingin belajar. Padhepokan ini seperti magnet buat saya. Begitu banyak cerita tentang Tuhan telah saya peroleh, tapi saya sendiri tidak tahu mengapa saya begitu getol mencari padhepokan ini. Saya searching di Internet, apakah perguruan ini ada di Indonesia. Ternyata ada. Ya sudah..ke sinilah saya..Para guru di sini, ada berapa Sister?”
“Satu.”