Saya banyak sekali belajar dari rekan-rekan Kompasianer yang giat berpuisi di Kompasiana. Ada juga yang sering berkenan membagikan tips berpuisi. Mereka tidak pernah pelit berbagi ilmu pada saya si penulis dan penyuka puisi.Â
Mereka adalah Pastor Bobby Steven di akun Ruang Berbagi, Ayah Tuah, Pak Santoso Mahargono hingga Pak Zaldy Chan. Saya belajar banyak dari para kompasianer ini yang sering membagikan ilmu tentang berpuisi pada saya dan rekan-rekan lain.
Saya juga suka sekali membaca karya puisi rekan-rekan kompasianer di Kompasiana. Ini yang membuat saya belajar lagi bagaimana berpuisi.Â
Terimakasih saya pada para kompasianer yang tergabung dalam KPB (Kompasianer Penulis Berbalas) dan rekan-rekan kompasianer semuanya yang selalu berkenan membaca karya puisi saya di Kompasiana. Komentar-komentar positif yang diberikan juga memberikan dukungan untuk terus berpuisi.
Kedekatan hati dalam relasi persahabatan dengan para kompasiner, membuat hati saya sangat terharu. Meski kami tak pernah bersua langsung, namun ada saja yang mau menuliskan puisi indahnya buat saya.
Salah satunya adalah kompasianer Derby Asmaningrum yang saat ini tinggal di benua Eropa. Di negeri yang terkenal romantis karena ada menara Eifel di sana. Iya, mbak Derby, demikian saya menyapanya, menulis sebuah puisi sangat indah dan manis. Ini sudah cukup lama, tapi saya tak akan pernah lupa.
Â
Berikut ini puisi karya mbak Derby, khusus untuk saya, yang menurut pengamatannya, saya adalah seorang perempuan pencinta bunga, dan itu memang benar.Â
Kepada perempuan pencinta bunga,
Apalagi yang kau cari?
Selain desah nafas Melati yang berhembus di pagi hari
Selain gelisah kelopak-kelopak Mawar yang coba temukan sinar mentari
Selain cumbuan sayang Anggrek Bulan yang membuat kau lupa diri
Apalagi yang harus kau renda?
Setelah kisah-kasih peradaban yang telanjang ditiduri kuntum-kuntum Allamanda
Setelah cinta si rupawan dimabukkan kuncup-kuncup Magnolia sang penggoda
Setelah kepergian rindu bersama rambut-rambut Dandelion yang berterbangan gaungkan sabda
Apalagi yang tidak kau percaya?
Selain gairahmu yang terlanjur menari bersama rumpunan elok Dahlia
Selain senyumanmu yang pecut fana dunia
Merekah bak Camelia di sepanjang barisan permai Himalaya
Kini apalagi yang mau kau abadikan?
Kita telah tanam bibit-bibit kehangatan
Lalu kita sirami dengan buih-buih kebersamaan
Biar saja kembang-kembangnya tumbuh ciptakan wangi kebahagiaan
Jangan sampai hilang dipetik tangan-tangan kecemburuan