Hari Puisi Indonesia diperingati setiap tanggal 26 Juli. Peringatan ini ada kaitannya dengan sastrawan Indonesia yang ternama. Chairil Anwar yang lahir pada tanggal 26 Juli 1922. Hari Puisi Indonesia ditetapkan bertepatan dengan hari lahir Chairil Anwar. Ini adalah hari penting bagi para penyair.
Puisi begitu menarik hati saya sejak lama. Puisi selalu hadir menemani masa suka dan duka saya. Bahkan menulis puisi menjadi seperti jiwa saya. Kapanpun ada desakan mengalir di hati, inginnya keluar dalam untaian kata-kata dalam tiap barisnya.
Baris-baris puisi membentuk bait-bait yang indah. Terkadang saya memperhatikan persajakkan dalam puisi saya. Namun tak jarang saya juga membiarkan puisi saya mengalir tanpa ada sajak di tiap barisnya. Sebuah aliran rasa yang mengikuti nada-nada jiwa.
Kebiasaan menulis puisi saya terus berlanjut di Kompasiana. Berawal dari mengunggah 100 puisi pertama di bulan Desember 2018, ternyata saya merasakan puisi saya lebih hidup saat dibaca orang lain. Puisi ke 100 di Kompasiana karya saya bisa dibaca di sini. Terlebih lagi saat puisi-puisi tersebut tenyata mampu menginspirasi.
Di suatu hari yang lampau, seorang teman pernah bertanya pada saya, apakah ada kemungkinan puisi-puisi saya akan dibukukan? Saya bilang ke teman saya waktu itu dengan jawaban tidak tahu juga. Saya tidak mau terlalu berharap, mendapat kesempatan membukukan puisi saya.
Ternyata tahun ini, saya mendapat tawaran rekan-rekan di Komunitas sajak Indonesia untuk mengirimkan 6 puisi karya saya yang ingin dibukukan bersama tim KSI. Ini pengalaman pertama, pastilah merasa senang. Tak sabar saya rasanya memegang buku itu di tangan saya. Kolaberasi bersama para penulis puisi dari berbagai jenjang usia.
Bukan hanya itu, salah satu pembina KSI, Bapak Asrul Sani Abu yang juga kompasianer, tetiba menawarkan kolaberasi menarik untuk membacakan salah satu puisi saya.Â
Musikalisasi puisi, itu istilahnya. Ada video yang diputarkan sesuai tema dan isi puisi karya saya. Lalu beliau membacakannya sepanjang video dengan iringan instrumen musik yang menarik.
Mendengarkan kalau puisi saya dibacakan, rasanya lebih mengena dan menyentuh. Setidaknya itu yang saya rasakan. Ini menjadi pengalaman baru saya dalam dunia sastra puisi Indonesia. Anda bisa simak videonya di bawah ini.
Judul puisi yang saya buat dan dibacakan adalah "Indahnya Hati Si Penyair Senja". Saya juga pernah mengunggah puisi ini di akun Kompasiana saya.
Saya merasa semakin lekat dengan dunia sastra puisi. Saya akui, puisi-puisi karya saya adalah puisi-puisi sederhana yang sangat lugas. Saya tidak punya cukup kemampuan merangkai kata-kata indah dalam puisi-puisi saya. Semuanya hasil pengamatan hati yang keluar begitu saja dalam untaian kata.
Saya banyak sekali belajar dari rekan-rekan Kompasianer yang giat berpuisi di Kompasiana. Ada juga yang sering berkenan membagikan tips berpuisi. Mereka tidak pernah pelit berbagi ilmu pada saya si penulis dan penyuka puisi.Â
Mereka adalah Pastor Bobby Steven di akun Ruang Berbagi, Ayah Tuah, Pak Santoso Mahargono hingga Pak Zaldy Chan. Saya belajar banyak dari para kompasianer ini yang sering membagikan ilmu tentang berpuisi pada saya dan rekan-rekan lain.
Saya juga suka sekali membaca karya puisi rekan-rekan kompasianer di Kompasiana. Ini yang membuat saya belajar lagi bagaimana berpuisi.Â
Terimakasih saya pada para kompasianer yang tergabung dalam KPB (Kompasianer Penulis Berbalas) dan rekan-rekan kompasianer semuanya yang selalu berkenan membaca karya puisi saya di Kompasiana. Komentar-komentar positif yang diberikan juga memberikan dukungan untuk terus berpuisi.
Kedekatan hati dalam relasi persahabatan dengan para kompasiner, membuat hati saya sangat terharu. Meski kami tak pernah bersua langsung, namun ada saja yang mau menuliskan puisi indahnya buat saya.
Salah satunya adalah kompasianer Derby Asmaningrum yang saat ini tinggal di benua Eropa. Di negeri yang terkenal romantis karena ada menara Eifel di sana. Iya, mbak Derby, demikian saya menyapanya, menulis sebuah puisi sangat indah dan manis. Ini sudah cukup lama, tapi saya tak akan pernah lupa.
Â
Berikut ini puisi karya mbak Derby, khusus untuk saya, yang menurut pengamatannya, saya adalah seorang perempuan pencinta bunga, dan itu memang benar.Â
Kepada perempuan pencinta bunga,
Apalagi yang kau cari?
Selain desah nafas Melati yang berhembus di pagi hari
Selain gelisah kelopak-kelopak Mawar yang coba temukan sinar mentari
Selain cumbuan sayang Anggrek Bulan yang membuat kau lupa diri
Apalagi yang harus kau renda?
Setelah kisah-kasih peradaban yang telanjang ditiduri kuntum-kuntum Allamanda
Setelah cinta si rupawan dimabukkan kuncup-kuncup Magnolia sang penggoda
Setelah kepergian rindu bersama rambut-rambut Dandelion yang berterbangan gaungkan sabda
Apalagi yang tidak kau percaya?
Selain gairahmu yang terlanjur menari bersama rumpunan elok Dahlia
Selain senyumanmu yang pecut fana dunia
Merekah bak Camelia di sepanjang barisan permai Himalaya
Kini apalagi yang mau kau abadikan?
Kita telah tanam bibit-bibit kehangatan
Lalu kita sirami dengan buih-buih kebersamaan
Biar saja kembang-kembangnya tumbuh ciptakan wangi kebahagiaan
Jangan sampai hilang dipetik tangan-tangan kecemburuan
Seruni,
Kau dan hatimu adalah bunga
Mekarlah indah bersama helai-helai harum Kenanga
Sampai nanti, jangan biarkan tangkai persahabatan ini mati menganga
*Teruntuk Kompasianer Ari Budiyanti https://www.kompasiana.com/aribudiyanti sang pencinta bunga
Prancis, 9 Mei 2019
Puisi yang indah, dapat juga Anda baca pada link ini, aneka jenis bunga cantik bermekaran dalam puisi mbak Derby. Tentu saja ini sangat memanjakan hati saya si pencinta bunga dan penikmat puisi. Mulai dari melati, mawar, anggrek bulan, dahlia, dandelion, camelia, seruni hingga kenanga.Â
My special thank you to mbak Derby Asmaningrum. Berharap persahabatan kita akan kekal. Juga akan ada saatnya nanti bisa bertemu. Amin. Juga sahabat baik saya yang selalu dan selalu membaca puisi saya sejak dulu, bahkan sebelum saya bergabung di Kompasiana. Ibu dokter gigi yang baik hati, mbak Dewi Leyly.Â
Bukan hanya itu saja, saya ingat ketika Ayah Tuah menulis sebuah puisi indah setelah membaca puisi saya tentang peringatan kejutan ulang tahun oleh murid-murid saya. Berikut ini puisinya:Â
Saat Pagi Dibuka dengan Cinta
Pagi ini aku diberikan cinta oleh murid-murid TK-ku. Setangkup kembang, coklat yang diikat kertas warna-warni, puisi, juga lagu-lagu
Dan si pipi gembul, Danu. Ia menyalami  dan mencium tanganku. "Maaf, kemarin aku menumpahkan teh di meja Bu Guru. Selamat ulang tahun."
Saat itu ingin rasanya aku memeluk dan menciumi pipi mereka
***
Cilegon, Januari 2020
Terinspirasi saat membaca ulang puisi Ari Budiyanti - Â Kehangatan Kasih di 16 Januariku - saat ia berulang tahun.
....
Indah dan indahnya suasana hati saya saat membaca puisi karya Ayah Tuah. Hangat karena kedekatan yang terajut oleh puisi. Berikut ini puisi beliau. Anda bisa juga baca di sini.
Bahkan, baru saja kemaren, 25 Juli 2020, Kompasiana ikut memberi saya "hadiah", jelang hari Puisi Indonesia, dengan memberi label artikel utama pada puisi saya berjudul Terkadang Aku Lupa Rasanya Senja. Senang sekali rasanya saya. Berbunga-bunga rasa di hati.
Saya masih teringat pula saat saya bergumul berat dengan kesehatan, puisi pun bisa menjadi sebuah pelarian dari  sesak. Bahkan ketika saya masih tetap menulis puisi di masa-masa sulit saya, ini ternyata mengisnpirasi kompasianer Lesterina Purba untuk berpuisi buat saya.Â
Bu Ester, demikin saya menyapa beliau, membuat puisi tentang dan untuk saya. Judulnya Senyum Manis. Saya pernah menuliskan artikel khusus untuk hal ini, bisa Anda baca di sini.
Sampai kapan saya akan terus berpuisi? Saya tidak tahu. Saya akui, saya tak pernah tahu masa depan. Saya dan Anda hanya bisa terus berkarya yang terbaik hingga ajal menjemput.Â
Membagikan segala kebaikan Tuhan yang sudah kita terima. Dengan begitu semakin banyak orang merasakan dikasihi dan diperhatikan dengan keberadaan kita. Terutama melalui karya-karya tulisan kita.
Kisah ini akan saya tutup dengan mengingat sebuah kelas puisi yang pernah saya adakan melaui kelas zoom. Anda bisa baca liputannya dalam artikel saya berikut di sini.Â
Saya tidak pernah menyangka, akan menjadi sorang guru yang tidak hanya mengajar siswa di kelas saya untuk berpuisi, namun juga mengajar siswa-siswa lain yang ikut home schooling di beberapa kota.
Saya senang, ketika saya bisa memperkenalkan indahnya berpuisi kepada anak-anak sejak dini. Saya menolong mereka untuk menuliskan puisi mereka meski hanya sederhana.Â
Puisi-puisi saya, bagi sebagian pembaca bisa saja dianggap puisi yang terlalu sederhana karena kelugasan dalam pemilihan kata. Kesederhanaan yang saya pilih dalam setiap larik puisi, bisa saja tidak memenuhi kepuasan hati pembaca. Namun saya tetap merasa bangga dan bahagia karena bisa terus menulis puisi, apapun pendapat orang lain.
Selama puisi saya tidak menyakiti dan tidak merugikan orang lain, biarkanlah saya terus menuliskannya. Puisi-puisi ini adalah persembahan hati saya yang ingin saya sajikan untuk umum, untuk mewarnai dunia sastra di Indonesia.Â
Itulah mengapa saya menyertakan label Puisi Hati Ari Budiyanti dalam puisi-puisi karya saya pribadi.
Mungkin ketika tiba masanya, saya tiada lagi bersama Anda, akan selalu ada ingatan tentang karya-karya literasi saya di dunia puisi yang tertulis di Kompasiana ini.
Pada hari Puisi Indonesia, saya berharap akan ada semangat yang tak putus-putusnya bagi kita semua untuk giat berpuisi. Mari warnai dunia dengan rangkaian aksara indah puisi kita.
Mari sebarkan sebanyak-banyaknya kebaikan melalui tulisan. Lakukanlah setiap waktu dalam ketulusan hati.
Selamat hari Puisi Indonesia 2020.
Salam literasi.
...
Written by Ari Budiyanti
26 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H