Mohon tunggu...
Aria A. Ananta
Aria A. Ananta Mohon Tunggu... Freelancer - Sahabat yang Mengenyangkan

Ketemu di dunia nyata njih

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah Terakhir (Remake)

8 Januari 2016   17:10 Diperbarui: 8 Januari 2016   17:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setahun kemudian..         

Sudah lebih dari setahun sejak kepergian Pak Umar, aku merasa lebih tenang sekarang.  Memang, dulu aku pernah sesumbar kepada diriku sendiri, bahwa aku tidak bisa melupakan beliau.  Tapi tidak, buktinya sekarang aku bisa melupakan kesedihan itu.  Karena aku sudah merasa biasa dengan semua kondisi ini.  Selalu teringat juga pesan beliau, untuk tidak terlalu sedih dan tidak terlalu senang, seperti yang sudah difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran.

Walaupun kepulanganku ke desa dapat dihitung dengan jari, tapi aku tetap menjalankan amanah yang telah dipercayakan kepadaku.  Jarak bukanlah halangan bagi kami.  Kegiatan perkumpulan pun sudah berjalan belasan kali.  Bahkan pernah 2 kali, kegiatan perkumpulan kami dihadiri oleh bapak walikota, karena sasaran yang dituju memang anak – anak SMP / SMA se kota dan kabupaten.  Oya, berhubungan dengan Pak Walikota, aku jadi teringat sesuatu.  Kemarin sore ada sebuah surat mendarat di depan rumah pakde ku.  Nama yang dituju memang betul nama ku.  Alamat yang tertera juga betul alamat rumah pakde ku.

Ya, karena selama kuliah di kota ini, aku menginap di rumah pakde yang menurut silsilahnya adalah kakak pertama dari ibuku.  Setelah kubuka surat itu, dituliskan pengirimnya adalah Bapak Walikota kota di dekat desa ku berada.  Isinya adalah undangan untuk ku agar datang ke kediamannya Sabtu besok.  Memang, sudah lama pula aku tidak pulang ke desa.  Tapi ini sudah hari kamis, seperti mendadak sekali surat ini diberikan kepada ku.  Hmm.. tapi ada yang sedikit aneh di kalimat terakhir Pak Walikota, beliau mengatakan telah mendengar keberhasilan perkumpulan muda – mudi islam di desa ku, dan beliau ingin menerapkannya pada seluruh wilayah perkampungan di kota itu.  Guna mewujudkan pemuda – pemudi yang dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

“Daaaan..ada sms dari ibu nih” teriak budeku dari dapur.

Aku tersontak kaget.  Kukira barusan itu teriakan ibuku.  Biasanya kalo sudah begini, ibu pasti akan datang dengan muka masamnya.

“ada apaa bude ? Ibu bilang gimana ?” jawabku sembari menghampiri bude yang sedang sibuk memotong – motong wortel untuk makan siang nanti.

Aku buka hape-ku.  Sambil dalam hati ku berpikir, tumben sekali ibu sms aku.

Assalamualaikum, Nak.  Ibu punya kabar gembira dan kabar buruk.  Ibu tau kamu akan terkejut dengan berita ini, namun ibu mohon tenanglah dan segera kembali lah ke desa besok Sabtu.  Jadi begini, kemarin ibu mendapat sebuah amplop besar di depan pintu rumah.  Amplop itu berisi uang yang sangat banyaak, ibu belom berani menghitungnya, dan juga terdapat sebuah kertas di antara lembaran uang – uang itu.  Intinya begini, surat itu dari ayahmu, dia mengatakan dirinya sedang di kota dekat desa kita.  Dia sekarang menjadi seorang pembantu koki di sebuah restoran ternama.  Pimpinan restoran tiba – tiba menggajinya sangat tinggi, dengan syarat ayahmu harus menikahi anak pertama pimpinan restoran tersebut.  Ayah butuh bantuan kita nak, pulanglah, ibu harus bercerita banyak.”

Bukannya membalas pesan singkat itu terlebih dahulu, aku langsung memberesi barang – barangku.  Ku siapkan uang untuk segera memesan tiket pulang.  Semangatku begitu berapi – api.  Rasa bahagia bercampur sedih dengan sedikit bumbu amarah menyelimuti perasaanku.  Sekarang aku tahu mengapa hati ini terus memaksaku untuk kembali ke desa sesegera mungkin.    Ya, tidak akan kusia – sia kan kesempatan ini.  Tak ingin ku kehilangan sosok “ayah” untuk yang kedua kalinya.

sumber gambar : ihei.wordpress.com (edit)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun