Mohon tunggu...
Aria A. Ananta
Aria A. Ananta Mohon Tunggu... Freelancer - Sahabat yang Mengenyangkan

Ketemu di dunia nyata njih

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah Terakhir (Remake)

8 Januari 2016   17:10 Diperbarui: 8 Januari 2016   17:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“jangan kabar buruk lagi pak”

“aduuh kok deg – degan ya saya pak”

Belum juga Pak Abdullah memulai inti pembicaraannya, sudah banyak orang yang ber-spekulasi.  Apa yang mereka pikirkan mungkin sama denganku.  Tidak kehadiran Pak Umar secara tiba – tiba, menjadi salah satu alasan yang membuat ke-suudzon-an kami muncul.  Ah tidak, tidak ada apa – apa.  Aku berusaha menenangkan diriku sendiri.  Namun, sudah beberapa menit sejak Pak Abdullah memulai pembicarannya, belum ada kabar yang berkaitan dengan desa kami, bahkan tentang Pak Umar sekalipun.  Pak Abdullah hanya menyampaikan sebuah kisah tentang sahabat Rasulullah yang memang pada biasanya, kisah – kisah sahabat seperti itu disampaikan setelah kami selesai tadarus-an.  Dan benar saja, selesai bercerita, Pak Abdullah menarik nafasnya dalam – dalam dan sedikit membetulkan posisi duduknya menjadi lebih mendekat ke arah kami.

“Jadi begini, ada sesuatu yang memang harus saya sampaikan kepada bapak, ibu, mas – mas sekalian.  Maaf sebelumnya, kenapa saya yang harus meng-imam-i sholat maghrib kali ini ? Padahal seperti yang kita ketahui, imam mushola di desa ini bukanlah saya, melainkan Pak Umar.  Tadi sore sekitar jam 4, beliau ada urusan mendadak di kota.  Dan naas, beliau sedang dicoba.  Motor yang ditumpanginya ditabrak dari belakang oleh sebuah bis kota.”

“astaghfirullah, inalillahi!”

“Lalu bagaimana keadaan Pak Umar, pak ?!”

“Ayo sekarang kita ke kota pak !”

Blar ! Kabar dari Pak Abdullah bak petir yang seketika menyambar kami semua.  Bingung, sedih, terkejut dan marah, itu yang kami rasakan detik ini.  Seketika pikiran menjadi kosong dan hanya tertuju pada satu nama, Pak Umar.

“Tenang dulu bapak ibu, apa yang anda semua rasakan juga sama seperti saya.  Saat saya baru mendapat pesan singkat dari nomor beliau tadi, saya juga rasanya ingin langsung ke kota.  Tapi apa ? Pak Umar tidak menghendaki itu, ini saya bacakan sms yang dikirimkan beliau.” Pak Abdullah mengambil hp dari saku bajunya.

Assalamualaikum Pak Abdullah.  Mhon maaf ni sebelumnya, nnti tolong mushola nya diurusi ya.  Barusan saya dpat cobaan, saya ditabrak bis kota dari blakang pak.  Tapi Alhamdulillah, saya msih diberi ksempatan oleh Allah pak.  Saya mohon jngan ke kota malam nanti ya, andaikata bapak mau menjenguk, bsok pagi saja tidak apa – apa pak.  Saya di Rumah Sakit Peduli Kasih Ruang Anggrek 12 pak.  Datang sbagai saudara muslim saja, tidak usah repot membawa apa – apa, salam untuk anak – anak ya pak.  Syukron

Lemah ku mendengar pesan singkat itu dibacakan.  Takdir Allah memang tidak dapat dipungkiri.  Sontak, seisi mushola menjadi hening.  Suara isak tangis dari bilik sholat perempuan perlahan mulai terdengar.  Sosok Pak Umar memang tak tergantikan bagi desa kami.  Beliau adalah sosok yang ikut membangun desa ini dari nol.  Sebetulnya beliau jugalah yang pernah bertemu langsung dengan ayahku.  Pernah sekali, saat selesai tadarus-an, beliau bercerita tentang ayahku.  Dimana dikatakan oleh beliau, ayahku adalah sosok yang pekerja keras, semangat dan mudah berbaur dengan warga desa.  Bahkan saat aku masih kecil dulu, ekonomi keluarga ku benar – benar terpuruk, dan ayahku datang ke Pak Umar lalu menceritakan niatnya untuk meninggalkan desa ini demi mendapatkan pekerjaan.  Ah sudahlah, pikiran ku bercabang.  Sekarang Pak Umar dan ayahku ”menghantui” pikiranku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun