Mohon tunggu...
Aria A. Ananta
Aria A. Ananta Mohon Tunggu... Freelancer - Sahabat yang Mengenyangkan

Ketemu di dunia nyata njih

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah Terakhir (Remake)

8 Januari 2016   17:10 Diperbarui: 8 Januari 2016   17:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“oiya mas, nanti setelah maghrib-an ada kabar yang harus saya beritahukan, sudah sana di-adzani dulu, udah lewat waktunya tu”

“iya pak, siap”

Sambil mempersiapkan mic adzan, dalam hatiku aku begitu bangga dengan Pak Abdullah.  Bagaimana tidak, tanpa mengeluarkan gengsi dan rasa malunya, dia ikut membersihkan mushola ini, padahal keberadaannya di desa ini cukup disegani.  Setengah penasaran, aku lirik sebentar ke samping, kulihat beliau sedang meluruskan karpet – karpet mushola yang berantakan karena ku sapu tadi.

            “Allahu akbar, Allahu akbar ! “

            “Allahu akbar, Allahu akbar ! “

Tugasku untuk adzan maghrib kali ini telah usai, sholat maghrib pun telah dilaksanakan.  Namun, ada yang sedikit berbeda.  Tidak seperti biasanya, Pak Abdullah bertindak sebagai imam nya.  Dan kuingat, tadi beliau bilang akan memberi sebuah kabar.  Entah itu kabar buruk atau baik, tiba – tiba saja aku merasakan kegelisahan yang begitu hebat.  Aku berpikir keras, ada apa ini?  Padahal Pak Abdullah saja belum mengucap sepatah kata pun kepada kami.  Selesai ber-dzikir dan sholat sunnah, kulihat Pak Abdullah masih belum memindah posisinya sedikitpun.  Bapak – bapak di sebelahku pun mulai merubah posisi duduknya menjadi lebih santai, dan mereka saling berbincang – bincang.

Sholat Maghrib memang telah usai dilaksanakan, tapi hampir semua orang  belum juga keluar dari mushola ini.  Hanya sekedar mengobrol, duduk – duduk di dalam maupun di pelataran mushola, dan membaca beberapa lembar Al-Quran atau biasa kami sebut dengan tadarus-an adalah yang biasa kami lakukan.  Berhubungan dengan tadarus-an, sepertinya ada yang janggal.  Aku tidak melihat Pak Umar sedari tadi.  Pantas saja, kali ini Pak Abdullah yang meng-imam-i kami.  Pak Umar adalah salah satu sesepuh juga di desa ini.  Beliau yang biasanya menjadi imam dan memimpin tadarus-an.  Kulihat teman – temanku sudah di pelataran masjid.  Dan sepertinya obrolannya asik.  Baru saja aku akan beranjak ke sana, Pak Abdullah membalikkan badannya ke arah kami dan mulai membuka pembicaraan.

“assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh”

“waalaikumsalam warohmatulah wabarokatuh”

“bapak ibu yang saya hormati, saya minta waktunya sebentar ya.  Monggo lebih merapat ke sini.  Mas – masnya yang diluar sini masuk dulu sebentar”

“ada apa toh pak ?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun