Tapi akhirnya aku diam saja, karena si sulung sepertinya punya rencana. Sekarang aku sangat yakin padanya.
Sementara, kedua jimat tadi masih tergeletak di lantai dekat bangku baris kedua. Hampir terinjak oleh si tengah yang baru saja menurunkan kakinya dari jok.
"Ada, apa sih, Kak?" Udah sampai, ya?" tanya si tengah sambil menggeliat dan mengucek-ngucek mata.
"Belum, Dek. Sebentar lagi kita mau sahur. Ayo, bangun dulu. Biar segar nanti sahurnya," jawab si sulung.
"Oh, gitu. Ya, deh. Aku nggak tidur lagi."
Si tengah kembali mengedarkan pandangannya sekeliling. Sepertinya dia mulai merasakan suasana ganjil.
"Dek, tolong ambil sampah dekat kakimu itu, trus buang keluar ya."
Si sulung menunjuk dua jimat tadi.
Aku kaget mendengar instruksi si sulung pada adiknya itu. Baru saja aku akan melarang, istri langsung menyolek tanganku.
"Sstt..biarkan aja, Yah," bisik istri ke telingaku.
"Sampah yang mana, Kak? Yang ini?"