Panggilan terputus, Elsa melempar ponselnya ke tembok hingga benda benda pipih itu tak lagi menyala, bahkan kini memiliki retakan parah di layar. Bahkan hanya dengan melihat benda pipih ber-casing couple dengan milik Abin itu saja membuat nafsu makan Elsa hilang. Di tambah mendengar suara sang kekasih yang hanya mengkhawatirkan Merry. Elsa muak. Muak sekali.
🥀🥀🥀🥀
Abin menggenggam tangan Elsa, memohon pada pacar mungilnya itu agar memaafkan. Namun kembali menghempaskan tangan, Elsa berbalik.
"Kenapa? Kenapa kita harus berkahir kayak gini? Kakak bilang kita bakal selamanya? Kakak bilang bakal cinta sama aku selamanya?"
Abin menghela nafas panjang, ketika Berpacaran dengan Elsa, ia memang harus menerima bahwa perempuan berbibir tipis itu sebenarnya sangat manja, posesif dan kekanak-kanakan.
"Lalu mau kamu gimana?" Abin memeluk dari belakang.
"Kita putus," Abin terbelalak kaget, membalik paksa tubuh Elsa, lalu memaksakan pandangan, "Tapi ... Elsa minta, kita gak usah musuhan, hiks. Kita temenan aja."
"Apa harus putus? Apa kamu udah gak bisa maafin Kakak?" Abin mengusap lelehan air mata yang membanjiri pipi Elsa.
"Maaf kak, aku mau kita putus."
"Ya udah kalau itu maunya kamu," Abin meraih jari kelingking Elsa untuk kesekian kalinya, "Kakak janji, kita gak akan musuhan. Dan walaupun udah putus, kakak masih bakalan sayang sama kamu, Elsa. Jaga diri baik-baik, hmm?"
Hari itu Elsa mengangguk, lalu berjalan pergi meninggalkan Abin lebih dulu. Namun Abin bukan pria romantis yang akan mengejar dan memeluk Elsa untuk terakhir kali sebagai pacar, ia lebih memilih berbalik dan mengabaikan hari buruk ini ... yang terpenting besok Abin bertekad untuk melakukan yang terbaik.